Pasang Kawat Gigi Murah dan Berkualitas di Bandung

Holaaa.....

Waktu cuti selama tiga bulan pasca melahirkan anak keenam ternyata tak membuat saya lebih produktif dalam mengisi blog ini. Pekerjaan rumah tangga sehari-hari, bayi yang sedang lucu-lucunya, hingga anak-anak besar yang sedang butuh-butuhnya perhatian membuat waktu terasa begitu cepat berlalu. Dari bangun tidur sampai tidur lagi pekerjaan seolah tak ada habisnya, hingga waktu tiga bulan yang  digadang-gadang akan memberi saya banyak waktu untuk menulis dan membaca (tapi pada kenyataannya tidak) pun akhirnya berlalu begitu saja. Tapi setidaknya tiga resolusi saya pasca melahirkan terpenuhi. *Psssssttt.... tolong jangan ketawa ya,  karena tiga resolusi saya sederhana sekali sebenarnya:

1. Ikut program Keluarga Berencana =D
2. Merawat rambut agar tak rontok
3. Pasang kawat gigi.

Saya agak ragu untuk berbagi point yang pertama dan kedua, tapi untuk point ketiga, menurut hemat saya penting sekali untuk dibagikan. Penting sekali dengan tanda seru. Kenapa?, agar teman-teman yang punya masalah gigi seperti saya tak mengulangi kesalahan yang sama.

Jadi ceritanya kurang lebih empat tahun yang lalu, saya pasang kawat gigi. Kesalahan saya adalah saya pasang kawat gigi bukan di dokter spesialis ortho tapi di tukang gigi. Bodoh?, ya sangat bodoh memang, gara-gara termakan iklan dari tetangga ditambah dengan iming-iming tukang gigi ini profesional karena bekerja sama dengan dokter rumah sakit membuat saya lantas memutuskan untuk menyerahkan urusan gigi saya pada si tukang gigi (pada poin ini saya baru menyadari betapa sangat bodohnya saya percaya begitu saja, padahal kalau dipikir lagi sekarang, rasanya kerjasama antara tukang gigi dan dokter gigi itu konsep yang absurd sekali).

Ya begitulah, dengan pertimbangan tukang gigi tersebut dekat dari rumah dan tak perlu antri lama setiap kunjungan akhirnya saya pun memutuskan untuk pasang kawat gigi disitu. Saya memang sudah merasa aneh sejak kunjungan pertama. Bayangkan, saat memeriksa pasien, beliau tak pakai sarung tangan. Tampak seperti hal sepele tapi menurut saya pemakaian sarung tangan ini penting sekali. Bayangkan saja, tangan adalah anggota badan yang paling sering digunakan untuk berbagai aktivitas, siapa yang tahu sebelum menangani gigi kita si tukang gigi ini sudah memegang apa, dilalahnya lagi saya juga tak menemukan cairan desinfektan di ruangannya.

Hal aneh kedua yang saya temui dari si tukang gigi adalah, dia langsung memasang kawat gigi begitu saja di pertemuan pertama. Hanya melihat-lihat sekilas kondisi gigi saya lalu langsung pasang kawat saat itu juga. Tak ada analisa macam-macam, tak ada pembahasan sama sekali tentang gigi geraham saya yang berlubang ataupun karang gigi yang tampak jelas sekali. Pokoknya sama sekali tak ada pembahasan tentang kondisi gigi saya seperti apa, satu-satunya pembahasan justru terjadi saat tawar menawar harga. Ah ya, tarif untuk pemasangan kawat gigi ini bisa ditawar dan jangan heran jika ada pertanyaan aneh seperti : "pasang untuk gigi atas dan bawah?, atau atas saja?". Belakangan saya tahu bahwa pergerakan gigi itu meliputi gigi atas dan bawah sehingga hampir tidak mungkin jika selama masa perawatan untuk merapikan gigi yang dipasang hanya atas saja atau bawah saja.

Yah begitulah, kebodohan saya memutuskan untuk pasang kawat gigi di tukang gigi ini ternyata berakibat fatal. Ada beberapa gigi saya yang dicabut karena dianggap menghalangi pergerakan gigi untuk ditarik ke belakang, dan yang paling parah adalah: gigi depan saya yang memang berukuran besar-besar  dikikir, sodara-sodara. Bodohnya, saya mau saja. Padahal rasanya luar biasa ngilu dan setelah beberapa kali pengikiran saya memutuskan untuk tak lagi mengizinkan si tukang gigi mengikir gigi saya.

Hampir dua tahun gigi saya dipasangi kawat, sama sekali tak ada kemajuan yang berarti, dengan kata lain, susunan gigi depan saya masih berantakan, dan saya juga tetap tak bisa menggigit dengan sempurna karena posisi gigi atas yang terlalu maju ke depan. Akhirnya saya mengambil keputusan penting: melepaskan kawat gigi tersebut.  Saat itulah baru ketahuan masalah yang sebenarnya. Gigi depan saya tetap terlalu maju, karang gigi semakin menumpuk dan lubang di gigi geraham saya semakin membesar hingga mau tak mau gigi tersebut harus dicabut.

Yang paling mengganggu adalah hitam-hitam karena lubang akibat pengikiran di gigi depan. Dan karena yang dikikir adalah sela-sela di tiga gigi, maka karies pun terjadi sampai keenam gigi. Frustasilah saya. Malaas sekali untuk datang ke dokter gigi dan meminta solusinya. Sampai pada satu titik saya memutuskan untuk membiarkan saja kondisi gigi saya yang hancur. Toh saya juga sudah tak merasa muda lagi.

Tapi...
Tapi...
Tapi....

Setiap berkaca saya malu sendiri, duh mengganggu sekali gigi yang maju dan hitam-hitam ini. Akhirnya saya memantapkan hati untuk datang ke dokter gigi dan memulai lagi perawatan. Sungguh keputusan yang terlambat.

Dan dimulailah perjalanan panjang saya bolak balik ke dokter gigi.

Langkah pertama saya adalah mencabut semua gigi yang berlubang. Karena setiap kali hamil gigi saya keropos maka gigi geraham saya hampir semuanya berlubang, hingga mau tak mau akhirnya enam gigi geraham saya dicabut. Ya!, ENAM, sodara-sodara! (Duh, saya emosi sekali menyebut angka enam ini T_T). Setiap kali kunjungan, dokternya hanya bersedia mencabut satu gigi, maka enam minggu saya habiskan untuk mencabut gigi.

Langkah selanjutnya adalah menambal karies di gigi depan. Saat itulah saya baru tahu bahwa penambalan gigi depan itu rumit, Puskesmas tidak punya bahan untuk menambal gigi depan hingga saya dirujuk ke poliklinik gigi rumah sakit. Bayangkan, karies terjadi di enam gigi, sementara  setiap kunjungan satu kali seminggu yang ditambal itu hanya dua gigi yang berdekatan, maka hampir satu bulan sendiri waktu yang saya habiskan untuk menambal gigi depan. Saat bolak balik dokter gigi ini, saya masih menyusun tesis untuk menyelesaikan kuliah saya di pascasarjana ITB, maka bisa dibilang saya cukup punya banyak waktu luang, dalam artian saya masih bisa mengantri berjam-jam di ruang tunggu sambil bekerja dengan laptop saya. 

Setelah beres semua urusan penambalan dan pencabutan ini, pekan berikutnya saya mendatangi dokter spesialis orthodonti di Rumah Sakit Umum Daerah Ujung Berung. Saya mengantri berjam-jam hanya untuk mendengar vonis kasus saya terlalu berat untuk diselesaikan disana. Saya dirujuk ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad. Maka pergilah saya ke RSGM Unpad, sayangnya saya datang kesana setelah lewat pukul 13.00, hingga saya diarahkan untuk berkonsultasi dengan resident dan bukan dengan spesialis orthodontinya langsung. Hasil konsultasi ini sungguh mengecilkan hati saya, residentnya bilang kasus saya berat dan karena umur saya yang sudah tak muda lagi, perawatan gigi saya akan memakan waktu yang lama. Selain itu, saya diminta untuk memastikan waktu perawatan yang benar-benar harus saya patuhi karena tak boleh pindah dokter gigi selama masa perawatan. Jujur saja, setelah berkonsultasi dengan resident ini, semangat saya untuk kembali merawat gigi terjun bebas. Bukan apa-apa, pendapat beliau tentang gigi saya sungguh membuat saya patah hati.

Penasaran, saya coba mendatangi RSKGM yang ada di Jl. Martadinata No. 45, Bandung. Semata untuk minta second opinion, siapa tahu, dokter spesialis ortho disini bisa memberi saya harapan lagi. Dan setelah mengantri berjam-jam lagi, saya dihadapkan pada vonis yang sama: kasus gigi saya terlalu berat karena barisan gigi geraham belakang yang sudah habis dan saya dirujuk (lagi-lagi) ke RSGM Unpad.


Penampakan RSKGM Bandung


Haaaah....

Putus sudah semangat saya.

Dalam kondisi seperti itu, saya tiba-tiba teringat, dokter yang menambal gigi depan saya di RSUD Ujung Berung, dalam salah satu kunjungan sempat menawari saya memasang kawat gigi di beliau, dengan harga spesial hanya Rp. 3.500.000,-. Saya sempat tergoda apalagi jika mengingat tarif pemasangan kawat gigi di tempat praktik pribadi spesialis ortho itu berkisar di angka Rp. 14.000.000,-. Tapi saya merasa aneh sendiri, jika spesialis ortho di RSUD dan RSGM saja menyerah, bagaimana mungkin dokter gigi biasa lantas sanggup menangani gigi saya. Maka berkali-kali saya mengingatkan diri sendiri, sudah cukup kesalahan saya mempercayakan urusan gigi saya pada yang bukan ahlinya. Tak mau lagi saya mengorbankan kesehatan gigi saya demi mengejar harga yang murah. Saya harus pasang kawat gigi, tapi di spesialis ortho. Titik.

Tekad bulat saya ternyata harus melalui jalan berliku untuk bisa terwujud,  dengan tesis saya yang tak selesai-selesai, dan DO mengancam di pelupuk mata, maka untuk sementara waktu, urusan gigi ini pun terlupakan. Hingga tak terasa waktu berjalan, Alhamdulillah saya lulus dan memperoleh gelar M.T, Alhamdulillah saya mulai kembali bekerja, Alhamdulillah saya kemudian hamil anak keenam. Dan selama hampir dua tahun, urusan pemasangan kawat gigi ini terlupakan dari benak saya, meskipun setiap berkaca di cermin saya menyadari bahwa penampakan gigi saya benar-benar mengganggu dan saya tetap berkeinginan untuk memasang kawat gigi. 

Siapa sangka jika keinginan saya akan terwujud dengan jalan yang tak disangka-sangka. Gigi geraham belakang suami saya berlubang dan harus dicabut, dilalahnya, RSUD Ujung Berung sampai RS Hermina ternyata tak sanggup mencabut gigi beliau hingga beliau dirujuk ke RSGM Unpad. Jadilah saya sekalian mendatangi spesialis ortho saat suami saya sedang dicabut gigi di klinik bedah gigi minor.

Sebelumnya saya sudah mendapat informasi bahwa sebelum memutuskan untuk memasang kawat gigi, harus ditentukan dulu jadwal waktu yang harus dipatuhi dan tak boleh diganti-ganti selama sekian tahun perawatan. Artinya jika saya memutuskan untuk merawat gigi saya di dokter spesialis yang praktek di Senin pagi, maka sekian tahun juga saya harus  meluangkan waktu untuk perawatan gigi di Senin pagi. Menimbang waktu bekerja saya dan lain sebagainya, akhirnya saya memutuskan untuk memilih dokter spesialis yang praktek di Jumat sore. Dan saya beruntung sekali karena dokter spesialis ortho yang praktek di Jumat sore ini perempuan dan baik hati.

Tak seperti resident sebelumnya yang membuat saya patah hati, dokter spesialis ortho ini justru membesarkan hati saya, beliau bilang masih ada solusi untuk gigi saya meski akan diperlukan konsistensi saya untuk mematuhi jadwal perawatan. Beliau memberi saya beberapa pekerjaan rumah terkait gigi saya yang harus diselesaikan. Pertama: mencabut akar gigi yang masih tersisa. Kedua: foto panoramic dan cephalometric. Ketiga: membongkar tambalan dan menambal ulang gigi depan. Ini karena hasil tambalan dokter gigi sebelumnya dipandang kurang bagus. Saya diberi rekomendasi untuk menambal ulang di dokter spesialis konservasi gigi yang praktek di Kamis sore. Dalam hati saya bersyukur,  tidak menerima tawaran pasang kawat gigi di dokter gigi yang menambal gigi depan saya dulu. Lah, menambal gigi depan saja ternyata ngga kepake sama dokter ortho saya, gimana kalau dia sampai pasang kawat gigi juga yang tingkat kerumitannya jauh di atas menambal gigi. PR keempat: membersihkan karang gigi, baru selanjutnya cetak gigi dan pemasangan kawat gigi.

Semua PR ini saya kerjakan di RSGM Unpad, karena malas mengantri dan mengurus surat rujukan untuk BPJS, akhirnya saya pilih untuk bayar sendiri. Relatif murah kok, untuk mencabut gigi biayanya Rp. 130.000,-; foto panoramic dan cephalometric biayanya Rp. 120.000,-; scalling atau pembersihan kawat gigi Rp. 140.000,-. Yang cukup mahal justru menambal gigi depan. Karena banyak yang harus ditambal saya sampai harus janjian di luar jam praktek biasa dengan dokter spesialis konservasi gigi yang direkomendasikan. Biaya menambal gigi ini total Rp. 2.400.000,- atau Rp.400.000,- per gigi. Mahal memang, tapi saya puas karena gigi depan saya tak lagi terlihat hitam-hitam.


RSGM Unpad, Jl. Kubang Selatan, Lebakgede, Coblong, Bandung

Setelah semua PR saya selesai, tibalah saya pada saat yang paling menentukan: pemasangan kawat gigi. Karena susunan gigi saya yang aneh, kawat yang dipasang baru bagian atas saja. Untuk gigi bawah kawat baru akan dipasang tiga minggu kemudian itupun dipasangnya di belakang gigi. Saya manut saja. Biaya yang diperlukan untuk pemasangan kawat ini Rp. 7.350.000,- relatif murah apalagi jika dibandingkan dengan dengan tarif spesialis ortho di tempat praktek pribadi.

Sekarang, hati saya lega sekali. Tinggal mengatur jadwal untuk menjalani perawatan di hari Jumat sore. 

Jadi...pesan moral dari cerita panjang lebar saya adalah:

1. Jangan pasang kawat gigi di tukang gigi.
2. Jangan pasang kawat gigi di tukang gigi.
3. Jangan pasang kawat gigi di tukang gigi.

Apalagi di tukang gigi, di dokter gigi umum saja sebaiknya jangan. Bayangkan untuk mendapat gelar spesialis orthodonti itu diperlukan waktu lima tahun sendiri setelah lulus dokter gigi umum, secara keilmuan tentu akan sangat jauh berbeda dengan dokter gigi umum yang tak mempelajari ilmu ortho secara khusus. Jangan dibandingkan juga dengan tukang gigi yang cuma ikut kursus-kursus saja.

Pesan moral kedua, serahkan sesuatu pada ahlinya. Untuk mengatasi masalah gigi datanglah pada dokter spesialis gigi yang sesuai. Untuk menambal datanglah ke spesialis konservasi gigi, untuk memasang kawat datanglah ke spesialis ortho. Pasang kawat gigi di tukang gigi itu seperti sakit kanker dan datang berobat ke dukun. Secara pribadi saya merekomendasikan RSGM Unpad untuk mengatasi semua masalah gigi, selain karena rumah sakit ini menjadi rujukan untuk kasus-kasus gigi yang berat, biaya perawatan disini relatif murah dengan kualitas pelayanan yang memadai.

Pesan moral selanjutnya adalah: jaga gigi sedari dini. Gigi yang lengkap dan bagus itu sungguh suatu anugerah. Makanya, dijaga. Sikat gigi sebelum tidur dan sesudah sarapan. Juga jangan kebanyakan makan yang manis-manis. Pake kawat gigi itu sakit banget, sumpah. Udah gitu mahal lagi. Mending uangnya ditambahin dikit buat beli iphone X. Iya ngga?. =D


*gambar saya copy dari www.unpad.ac.id, dan hasil pencarian dari google.co.id










Komentar

  1. hi mba mau tanya donk, mba wktu itu pilih di tangani sama dr. spesialis ya bukan yg residen?
    kalo boleh tau waiting list ga pasang behelnya?
    oh ia kalo konsulnya weekend bisa ga sih mba?
    thankyou

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah...maaf banget baru bales mbak...saya sekarang jarang banget buka blog ini, iya mbak saya pilih yang spesialis, jadi tidak waiting list, kalau ke resident baru waiting list. Sayangnya spesialis ortho maupun resident tidak praktek di akhir pekan mbak, cuma Senin-Jumat pilihannya pagi (mulai praktek jam 08.00) atau sore (mulai praktek jam 17.00-19.00), semoga informasinya membantu mbak :)

      Hapus
  2. mau nanya mba kalau pasang behel dengan spesialis di rsgm unpad waiting list jg gak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mbak...maaf baru bales, kalau di spesialis tidak waiting list mbak, bisa langsung daftar untuk perawatan sesuai jadwal yang diinginkan, yang waiting list itu di resident.

      Hapus
  3. Atas bawah 7300k itu? Kalo boleh tau nama dokternya siapa yah

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo mbak, maaf baru bales, 7.350.000 itu untuk pemasangan atas saja, tapi waktu pasang yang bawah saya cuma nambah 690.000, nama dokter giginya: Dr. Andriyani, baik dan ramah orangnya, recommended pokoknya :)

      Hapus
  4. Assalamualaikum mba, Saya mau Tanya, itu kan behenya dipasang di belakang Gigi, nah untuk yg dipasang didepan gigi Kaya behel biasanya harganya berapa ya mba?

    BalasHapus
  5. Waalaikumussalam... Gigi yang atas behelnya dipasang di depan gigi mbak, seperti biasa, biayanya 7.350.000, untuk gigi yg bawah baru dipasang beberapa bulan kemudian di belakang gigi karena susunan gigi saya yang bawah terlalu mundur ke belakang, kemudian dipasang karet yg menghubungkan gigi atas dgn gigi bawah agar gigi bawah lebih maju. Biaya pemasangan kawat gigi bawah 690 ribu.

    BalasHapus
  6. foto panoramic dan cephalometric biayanya Rp. 120.000 ini untuk berapa gigi mba ?

    BalasHapus
  7. Ka mau tanya harga 7jt itu udah sekaligus sama bersihin gigi dll apa cuma behel aja?

    BalasHapus
  8. ka mau tanya kalo pasang behel Thailand brp??

    BalasHapus
  9. hai kak, alhamdulillah ikut seneng karena gigi punya kakak udah ditangani sama ahlinya. Oh iya, tulisan kakak enak buat dibaca dan pesan moralnya bakal aku inget! Aku sekarang masih 19 tahun dan ntar di masa depan mau pasang kawat gigi juga insyaAllah. Terima kasih banyak ya kak!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer