Semua Orang Punya Alasan...



Opening film ini berdarah-darah untuk ukuran sebuah film bergenre komedi. Dimulai dengan seorang pemimpin polisi yang babak belur di kantornya sendiri, sementara anak buahnya pura-pura sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dan saat sang pemimpin geng yang melakukan penganiayaan itu keluar meninggalkan kantor polisi, jalanan seketika sunyi senyap. Angin yang berhembus membawa aroma kematian, dan seketika pintu dan jendela bangunan di sepanjang jalan itu terkunci rapat, sang pemimpin geng dan segelintir anak buahnya yang tadi meninggalkan kantor polisi dengan penuh keangkuhan mencoba masuk kembali dengan ketakutan, sayang kantor penegak hukum ini pun terlalu takut untuk membuka pintu, maka tak ada pilihan untuk mereka selain menghadapi yang akan terjadi: sepasukan besar anggota geng lain yang membawa kapak berwarna merah, isyarat pembantaian besar-besaran untuk mengukuhkan eksistensi sebuah geng baru: Geng Kapak Merah.

Pasca pembantaian itu, Geng Kapak Merah menjadi geng yang paling berkuasa di Shanghai, kekacauan terjadi dimana-mana, dan penegak hukum disuap hingga tak ada hukum yang berlaku untuk menegakkan keadilan. Tapi rupanya ada satu bagian kecil dari kota yang tampaknya tak terpengaruh dengan kekacauan tersebut. Tempat itu adalah perkampungan orang miskin yang bernama Rumah Susun Kandang Babi (Pig Sty Alley) yang dimiliki oleh seorang Tuan Tanah genit dan istrinya yang sok kuasa.

Suatu hari Xing dan Bone, dua orang pengangguran yang tak punya uang, datang ke rusun tersebut untuk memeras orang-orang. Meski mengaku sebagai anggota Geng Kapak Merah upaya pemerasan mereka gagal. Merasa terpojok Xing dan Bone melepaskan kembang api yang ternyata mengundang kedatangan Geng Kapak Merah yang sebenarnya. Konflik pun terjadi, Geng Kapak Merah yang merasa dipermainkan berniat membantai penghuni rusun. Tak disangka ternyata tiga penghuni rusun yang semula dianggap sebagai orang biasa yaitu Si Kuli, si Tukang Jahit dan Si Tukang Mie adalah ahli kungfu yang luar biasa. Untuk sementara Geng Kapak Merah bisa diusir dan pembantaian tak terjadi.

Sayang, Geng Kapak Merah yang merasa sudah dipermalukan ternyata menyimpan dendam. Akhirnya mereka menyewa sepasang pemain kecapi yang merupakan pembunuh professional untuk membunuh ketiga ahli kungfu dari Rusun Kandang Babi. Setelah pertarungan yang tak seimbang, Kuli dan Tukang Jahit akhirnya tewas. Saat Tukang Mie pun hampir menemui ajalnya, barulah Tuan Tanah dan istrinya datang menolong. Tak dinyana ternyata Tuan Tanah dan istrinya pun adalah ahli kungfu yang sangat lihai.

Stop!.

Saya tak hendak menceritakan synopsis film ini. Teman-teman penggemar film-film Stephen Chow pasti tahu bahwa film yang yang saya ceritakan ini adalah film Kungfu Hustle, dan pastilah lebih tahu jalan ceritanya daripada saya.

Seperti halnya film Stephen Chow lainnya yang sarat emosi meski tetap mampu mengocok perut, Kungfu Hustle ini pun rasanya mampu mengaduk-ngaduk perasaan. Siapa yang tak akan terharu menyaksikan adegan Xing kecil yang dipukuli sekelompok anak yang lebih besar saat mencoba menyelamatkan seorang gadis bisu, tapi siapa juga yang tak akan tertawa terpingkal-pingkal saat adegan kejar-kejaran Xing dengan si Nyonya Gemuk.





Tapi dari semua scene, adegan yang paling berkesan untuk saya adalah ketika Tukang Mie hampir menemui ajalnya, Tuan Tanah dan istrinya digugat penduduk rusun karena tak menolong sejak awal. Jawaban keduanya hanya satu kalimat sederhana: “Semua orang punya alasan”, dan barulah terungkap bahwa Tuan Tanah dan Nyonya kehilangan satu-satunya putra mereka dalam salah satu pertarungan kungfu yang membuat keduanya akhirnya bersumpah untuk tak pernah lagi menggunakan kungfu atau bahkan membuat orang lain tahu bahwa mereka berdua menguasai kungfu.

Ya, semua orang punya alasan.

Hal-hal yang melatarbelakangi tindakan seseorang hingga membuat ia mungkin tak dipahami oleh orang lain, dianggap aneh, dianggap salah, dianggap tak wajar. Tapi siapa tahu apa sebab ia melakukan tindakan tersebut.

Setiap orang memiliki masa lalu dan kemampuan untuk mempersepsikan kejadian yang menimpa dirinya dengan cara yang berbeda. Maka mungkin karena itulah kita tak diperkenankan untuk mengukur badan orang dengan baju kita sendiri. Sesuatu yang jelas putih untuk kita, mungkin abu-abu untuk orang lain, dan mungkin sebaliknya.

Menghakimi sesuatu itu salah tanpa menyusuri latar belakang yang mendasarinya hanya akan melahirkan arogansi seolah diri ini suci hama dan tak pernah melakukan kesalahan. 

Dan untuk hal-hal tertentu, tiba-tiba saya berpikir bahwa Filsafat Zeno*) mengenai kebenaran relatif itu tak sepenuhnya salah.
*kebenaran sederhana ini entah mengapa membuat hati saya perih sekali...




*note:

Zeno, adalah murid dari Parmanides, seorang tokoh filsafat relativisme yang penting. Ia merelatifkan kebenaran yang telah mapan dan menjadikan manusia sebagai ukuran kebenaran. Keyakinan yang dianutnya menjadi tulang punggung dari humanisme kemudian. Termasuk salah satu tokoh aliran sofis yang meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat umum, atau dengan kata lain semua kebenaran itu relatif. Meskipun ajarannya menjadi tonggak awal munculnya filsafat manusia, tapi ia telah meninggalkan kekacauan terutama pada para pemuda Athena. Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif menggoyahkan teori sains yang telah mapan bahkan mengguncangkan keyakinan agama. 
Belakangan teorinya dipatahkan oleh Socrates yang meyakinkan masyarakat bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang.


Komentar

Postingan Populer