Sinopsis X-Men Days of Future Past



Genre : Aksi, Fiksi Ilmiah, Fantasi
Sutradara : Bryan Singer
Produser : Bryan Singer, Hutch Parker, Lauren Shuler Donner
Penulis Naskah : Simon Kinberg

"Hanya karena seseorang pernah tersandung dan kehilangan arah satu kali, bukan berarti ia akan tersesat selamanya" (Charles Xavier)





Alkisah pada tahun 2023, terjadi pembantaian besar-besaran yang dilakukan terhadap makhluk mutan oleh ratusan bahkan ribuan robot ciptaan manusia yang bernama Sentinel. Saat itu mutan dianggap sebagai ancaman terhadap keberlangsungan hidup umat manusia sehingga harus dihabisi, parahnya lagi pembantaian pun dilakukan terhadap manusia yang diprediksi secara genetis mampu melahirkan makhluk mutan.

Robot Sentinel ini tidaklah ada dengan sendirinya, ia diciptakan pada tahun 1973 oleh seorang ilmuwan bernama Bolivar Trask. Sentinel didesain untuk mengidentifikasi dan membunuh mutan. Karena alasan tersebut, sang ilmuwan dibunuh oleh Raven "Mystique" Darkholme pada hari peluncuran Sentinel di depan Presiden dan seluruh khalayak Amerika. Sayangnya, Raven salah perhitungan. Pembunuhan yang dilakukan terhadap Trask malah membuat pemerintah AS mendanai penuh program pengembangan robot Sentinel hingga tahun 2023 Sentinel dirasa telah sempurna untuk menjalankan tugasnya menghabisi semua mutan.

Dalam keadaan terdesak dan menyadari kecilnya kemungkinan untuk mengalahkan Sentinel, Profesor Charles Xavier (Profesor X) dan Erik Lensher (Magneto) menugaskan Shadowcat untuk mengirim kesadaran Wolverine ke tahun tujuh puluhan, ke masa saat Sentinel pertama diciptakan dan mencegah pembunuhan Trask yang akan dilakukan oleh Raven. Wolverine dipilih karena ia yang paling memungkinkan untuk menahan efek pengiriman kesadaran ke masa lalu secara fisik.

Tugas Wolverine ternyata tidaklah mudah, setelah sampai di masa lalu, Profesor X muda malah enggan membantu, ia dalam keadaan terpuruk karena sekolah yang didirikannya gagal dan menggunakan obat-obatan untuk menutup kekuatan yang dimilikinya, padahal Profesor X dengan kemampuan telepatisnya yang paling kuat di dunia yang mampu membuat proyeksi astral, mengendalikan pikiran, memasukkan ilusi dan memanipulasi memori, adalah sosok yang diharapkan bisa mencegah Raven membunuh Trask.

Magneto pun sama saja, saat itu ia masih berseteru dengan Profesor X akibat perbedaan pandangan. Jika Profesor X cenderung ingin membaur dan hidup rukun dengan manusia, Magneto malah ingin membinasakan manusia karena pengalaman pahitnya di masa lalu.

Setelah upaya yang susah payah, Wolverine akhirnya mampu meyakinkan Profesor X yang selalu didampingi Beast yang setia untuk membantu. Ravenlah yang keras kepala dan enggan berubah pikiran, ia tetap ingin membunuh Trask. Meskipun demikian, selalu saja Profesor X berkata :"Hanya karena seseorang pernah tersandung dan kehilangan arah satu kali, bukan berarti ia akan tersesat selamanya".

Profesor X percaya Raven yang pada dasarnya baik hati bisa berubah pikiran dan pembunuhan Trask bisa dicegah. Keyakinan ini dipegangnya terus bahkan hingga detik terakhir Raven menodongkan senjatanya pada Trask dan pelatuk senjata tinggal ditarik.

Prasangka baik Profesor X pada Raven ternyata berbuah manis. Raven menurunkan senjatanya dan berkat bantuan Wolverine dan Beast, Magneto yang saat itu sedang mengacau berhasil dikendalikan. Dengan kejadian itu pemerintah AS merubah pandangannya terhadap para mutan. Mereka tak lagi menganggap mutan sebagai ancaman dan program pengembangan Sentinel dihentikan. Tindakan pembunuhan yang tak jadi dilakukan Raven membuat peperangan mutan dan manusia di masa depan tak terjadi. Dan saat kesadaran Wolverine kembali ke masa depan, ia menemukan kondisi yang jauh berbeda dengan saat ia dikirim ke masa lalu, ia menemukan situasi damai dimana manusia dan mutan bisa hidup berdampingan.

Film ini dikomentari oleh banyak pihak lebih mengusung sisi dramatis daripada unsur laga. Meskipun demikian, saya sendiri berpendapat ini film yang sangat bagus dan layak tonton. Film ini mengajarkan bahwa satu kejadian kecil di masa sekarang bisa berpengaruh besar di masa depan, dan yang paling penting adalah bahwa seseorang bisa berubah. Tak selamanya orang jahat akan jadi iblis, dan tak selamanya juga orang baik akan jadi malaikat.

Manusia, dengan sifat kemanusiaannya selalu berada di garis tengah. Ia selalu merupakan medan pertarungan antara sisi baik dan sisi buruk, ada saat ia berada di sisi baik meskipun tak ada yang bisa menjamin sedetik kemudian ia tak akan menyeberang ke sisi buruk. Sayangnya, tak semua orang sebijak Profesor Charles X Xavier. Betapa mudahnya menjustifikasi seseorang akan jahat selamanya hanya karena satu kali kekhilafan. Padahal, siapa tahu kesempatan kedua yang diberikan kepadanya bisa membuat ia bahkan jauh lebih baik dari orang yang garis hidupnya lurus.

Betapa mudahnya menghakimi, betapa mudahnya mencap seseorang dengan atribut tertentu. Kesalahan justifikasi ini anehnya lebih mudah dilakukan oleh orang "baik", entahlah, mungkin karena sepanjang hidupnya ia tak pernah bersentuhan dengan kesalahan sehingga dengan mudahnya ia bisa menghakimi orang yang sekali berbuat khilaf dengan pandangan negatif dan tuduhan kejam. Padahal adakah jaminan ia tak akan tergelincir juga di masa depan.

Tak banyak orang seperti Profesor X, yang selalu percaya pada sisi terbaik setiap orang, yang selalu mampu memberikan kesempatan kedua (mungkin sosok seperti ini mirip dengan Prof. Dumbledore di serial Harry Potter),  tapi saya percaya orang-orang seperti inilah yang mampu mengubah dunia.

Komentar

Postingan Populer