MUNGKINKAH MASUK S1 ITB TANPA BIMBEL?

Dulu, ketika saya masih remaja, saya sama sekali tidak berpikir bahwa kehidupanlah tempat belajar sesungguhnya, yang menguji siswanya setiap saat dan mereka harus lulus menempuh ujian ini.
-Old Shatterhand, dalam Winnetou Ketua Suku Apache, Karl May-

Bulan April, saya yakin menjadi permulaan dari bulan-bulan yang menyesakkan untuk adik-adik kita yang kini duduk di kelas terakhir Sekolah Menengas Atas. Ada ujian sekolah yang harus dihadapi, dilanjutkan dengan Ujian Nasional (UN), dan terakhir SPMB: pertarungan sebenarnya untuk masuk perguruan tinggi negeri favorit, yang saya yakin tak jauh-jauh dari ITB, UI, UGM, Unpad (*karena saya anak ITB, mohon diampuni jika ITB saya simpan di urutan pertama, haseeek…).
Tuntutan untuk lulus UN dengan nilai maksimal dan ambisi untuk masuk PTN favorit demi gengsi dan harga diri, telah menciptakan bisnis yang ternyata sangat menguntungkan, yaitu lembaga-lembaga bimbingan belajar yang menawarkan solusi-solusi praktis untuk mengisi soal ujian berikut garansi uang kembali jika tak lulus.
Memang canggih solusi-solusi praktis yang diajarkan bimbel ini, siswa diajari rumus cepat untuk menyelesaikan jenis soal tertentu. Lengkap dengan buku pintar yang berisi soal-soal tahun kemarin, setiap siswa dibekali strategi tercanggih untuk menghadapi UN ataupun SPMB. Bayaran yang diminta pun tak kalah canggih. Saya sempat tercengang saat menerima brosur dari salah satu bimbel tersebut yang dikirim ke rumah. Biaya untuk satu paket bimbingan dengan durasi tiga bulan lebih mahal dari biaya SPP kuliah saya selama satu tahun. Dan saya hanya bisa geleng-geleng kepala, saat adik saya memaksa ingin ikut bimbel dengan harga fantastis tersebut. Alasannya sederhana: semua temannya di kelas tiga ikut bimbel dan dia tak yakin bisa lulus ujian masuk ITB atau PTN favorit lainnya jika tak ikut bimbel.
Dan semakin tercengang pula saya saat pernyataan saya bahwa sangat mungkin sekali masuk ITB tanpa bimbel dianggap absurd dan mengada-ada. Padahal saya yang mengalami sendiri, tak pernah ikut bimbel, dan hanya satu kali ikut ujian SPMB tapi bisa langsung lulus masuk ITB. Sebagai tambahan saya hanyalah lulusan SMK Analis Kimia. Meskipun saya juara umum di Analis, tapi saya dididik untuk lebih mahir menentukan kadar air dalam suatu jenis makanan daripada menyelesaikan suatu soal termodinamika yang saya yakin sangat dikuasai oleh para siswa SMA. Tanpa maksud mendiskreditkan kurikulum, tapi bukankah mata pelajaran SMK  lebih beorientasi praktek daripada teori, sementara sebaliknya mata pelajaran di SMA lebih menekankan penguasaan konsep daripada praktek.
Dan SPMB adalah melulu soal teori, bukannya praktek. Jika saya bisa, maka apa yang harus dikhawatirkan adik saya yang bersekolah di SMA untuk tak lulus SPMB. Dilihat dari latar belakang pendidikan dasar pun dia sudah lebih satu poin dari saya.
Tapi ya itu, dengan keukeuh dia malah berargumen dia tak sepintar kakaknya, ditambah dengan sederet alasan mengenai jaman yang sudah berubah dan lain sebagainya. Akhirnya saya hanya bisa mengangkat bahu, terserah… Toh saya sudah coba menasihati, meski memang sudut pandang saya hanya melihat dari segi ekonomis saja. Sayang saja, jika uang dua puluh juta rupiah yang seyogyanya bisa untuk biaya di tahun pertama kuliah malah digunakan untuk bimbel tiga bulan.
Sebenarnya dulu pun alasan saya tak ikut bimbel, bukan semata karena alasan ekonomis, tapi lebih kepada upaya pembuktian terhadap diri sendiri. Termotivasi oleh sebuah buku berjudul Sekolah Itu Candu, karangan Roem Topatimasung, yang pada salah satu bagiannya menyatakan keraguannya pada sistem pembelajaran di sekolah pada zaman sekarang. Apakah pada masa sekarang ini pembelajaran dari sekolah formal belum cukup baik sehingga orang tua siswa bahkan masih perlu membayar mahal agar anaknya mengikuti segala macam bimbel. Kenapa pendidikan dikomersilkan sedemikian rupa padahal pada awal sejarahnya dulu, kata sekolah (bahasa Inggris: school), berasal dari bahasa Latin scholae  yang secara harfiah diartikan sebagai perintang waktu. Diceritakn oleh buku itu bahwa para pemuda Yunani dahulu biasa mengunjungi para filosof untuk belajar filsafat sebagai kegiatan perintang waktu. Perlahan-lahan kegiatan pengisi waktu tersebut menjadi sebuah lembaga resmi dan lambat laun sekarang malah menjadi sebuah bisnis.
Tersentuh oleh kalimat-kalimat pada buku tersebut, saya memasang target untuk diri saya sendiri, bahwa saya harus bisa masuk ITB tanpa ikut bimbel. Memang bukan mudah jalan yang saya tempuh kemudian. Seperti sebelumnya sudah saya ceritakan, saya bersekolah di SMK, landasan teori saya bisa dibilang minim, maka saya membuka-buka lagi semua buku mata pelajaran yang di SPMB-kan. Beruntung sekolah saya dahulu dekat dengan Perpustakaan Daerah sehingga saya tak kekurangan stok buku pelajaran.
Tak perlu saya ceritakan malam-malam panjang yang saya lalui dengan berusaha keras demi menguasai bahkan hanya sebuah rumus sederhana. Tak terhitung hari-hari muram dimana saya merasa jadi orang bodoh karena tak mengerti bagaimana cara memecahkan soal tertentu yang oleh bimbel bisa dengan satu-dua langkah tapi kenapa saya memerlukan jalan yang memutar dan berbelit-belit.
Lelah memang, ditambah dengan cemoohan dari teman-teman bahkan guru saya sendiri. Kenapa masuk SMK jika ingin kuliah, jangan pasang target tinggi-tinggi, ITB terlalu berat, cukuplah ambil D3 Unpad saja, dan sederet blablabla lainnya.
Semakin banyak cemoohan yang saya peroleh semakin kuat juga tekad saya. Semakin berkurang waktu tidur saya, semakin menumpuk buku yang harus saya baca. Ditambah dengan ujian sekolah, uji kompetensi dan ujian lain yang seakan tak ada habisnya, rasanya waktu berjalan begitu cepat karena tetiba saja saya sudah harus mendaftar SPMB dan menentukan pilihan hendak mengambil jurusan apa dan dimana.
Di detik-detik terakhir saya justru ingin mundur. Tak yakin dengan usaha keras yang telah saya tempuh bahkan dari dua tahun sebelumnya. Hampir saja saya tak membeli formulir karena tiba-tiba saja gelombang keraguan menyerang saya, bisakah saya?, adakah hasilnya semua kerja keras saya?.
Beruntung seorang teman menyadarkan saya, untuk tak mundur sebelum bertarung, untuk tetap mencoba dan berupaya yang terbaik entah akan seperti apa hasilnya. Dan majulah saya, dengan nekatnya menentukan dua pilihan jurusan. Keduanya ITB.
Saat tiba hari H, saya ingat bahkan gedung tempat ujiannya saja saya tak tahu. Hanya bermodal berangkat dua jam lebih pagi dan sedikit petunjuk arah yang saya dapat dari sopir angkot. Hati saya menciut ketika ngobrol dengan peserta ujian yang lain, ada yang diantar orang tuanya untuk survey lokasi  bahkan jauh-jauh hari sebelum hari ujian.
Jika sesama peserta ujian bertanya pilihan apa yang saya ambil, saya menjawab Unpad, semata karena saya ngeper, karena pernah saya jujur menjawab kedua pilihan saya adalah ITB, teman berbincang saya langsung berkomentar panjang tentang petunjuk memilih jurusan dari bimbel yang dia ikuti. Tolong, jangan buat hati saya ciut lagi.
Seusai ujian, peserta yang lain masih sempat membahas soal yang baru saja keluar berikut komentar tentang bagaimana soal tadi pernah keluar di SPMB tahun sekian sesuai dengan buku sakti dari bimbel apalah. Semakin tersungkurlah saya.
Di penghujung harapan saya akhirnya saya hanya bisa melakukan satu hal terakhir: berserah diri pada apapun ketetapan yang terbaik menurut Tuhan. Saya sudah berikhtiar semaksimal yang saya bisa, saya sudah berdoa semampu saya, maka yang saya punya sekarang hanya tinggal keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Berbekal keyakinan itu saya lebih tenang menghadapi hari pengumuman. Ditambah dengan kabar baik bahwa saya sudah diterima bekerja di sebuah perusahaan farmasi di wilayah Bandung Barat. Tak lulus SPMB pun tak apalah, berarti bukan nasib saya menjadi mahasiswa regular, maka mengambil kuliah nanti setelah bekerja pun tak apalah.
Dan ketika hari pengumuman tiba, upaya saya ternyata tak sia-sia, saya lulus diterima di ITB. Maka kembali pada pertanyaan awal, jika saya ditanya: “Mungkinkah masuk S1 ITB tanpa bimbel?”, jawaban saya tetap: “Mungkin, sangat mungkin”. Jangan berkecil hati jika tak punya uang untuk ikut bimbel. Pada akhirnya setiap upaya yang berawal dari kesungguhan hati akan selalu berbuah manis. Dan ketika sudah berupaya maksimal, serahkan semuanya pada ketetapan Allah, karena Ia tak akan salah menggariskan yang terbaik untuk hamba-Nya.

Komentar

  1. wah tq. sngt memotivasi :D hehe

    BalasHapus
  2. SMK Bisa!Saya baru masuk smk komputer jurusan TKJ,impian saya masuk keITB gan.setelah denger cerita agan jadi motivasi banget.Go,SMK Bisa🙏

    BalasHapus
  3. Mau nanya, agan smk analis kimia mana? Dan skrg kuliah di itb jurusan apa? Soalnya saya jg anak smk analis kimiadi bandung dan ingin kuliah di itb, makasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya dulu sekolah di SMKN 13 Bandung de, lulus tahun 2003, masuk ITB jurusan Teknik Sipil tahun 2003 juga. Ayo, yakin bisa!!, yang penting memaksimalkan ikhtiar, dan terus berdoa, semangat!!!

      Hapus
  4. seneng dan bangga denger kisahnya Teh Nurmala... saya cetak kisahnya buat penyemangat pun rayi... hatur nuhun...

    BalasHapus
  5. Waduh mas, tulisannya sangat memotivasi sekali. Ditambah, pengolahan bahasanya yang membuat saya semakin senang. Sebelumnya saya membaca tulisan mas yg bercerita tentang Kisah Tan Malaka, tokoh yang sangat saya sesali kematiannya. Untunglah semlat terfikirkan untuk membuka halaman utama nya mas. Waduh, langsung baca post ini akhirnya bukan main. Persis seperti yg saya rasakan saat ini! Motivational!

    BalasHapus
  6. Subhannallah . bagus kak . saya juga ada tekad pengen kesana . tapi saya gak berani bersaing sama orang2 seusia saya yang nasibnya lebihlebih baik dari saya .

    BalasHapus
  7. Ayo SMK Bisa! Sudah Mas buktikan..... Semangat dan doa adalah perjuangan yang sudah Mas buktikan. Saya jadi sangat terinspirasi dengan perjuangan Mas, bahwa anak SMK juga mampu untuk masuk PTN terkenal di negara ini. Selamat Mas semoga semakin sukses.

    BalasHapus
  8. Ingin menangis saat membaca kalimat "Pada akhirnya setiap upaya yang berawal dari kesungguhan hati akan selalu berbuah manis. Dan ketika sudah berupaya maksimal, serahkan semuanya pada ketetapan Allah, karena Ia tak akan salah menggariskan yang terbaik untuk hamba-Nya." Sangat memotivasi saya anak SMK yang berkecil hati untuk masuk ITB, doakan saya semoga tahun depan saya bisa masuk ITB🙏🏻

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer