Cinta dalam Dimensi Seorang Snape (Harry Potter dan Relikui Kematian)
If you loved Lily Evans, if you truly loved her, then your way
forward is clear.”
Snape seemed to peer through a haze of pain, and Dumbledore’s words appeared to take a long time to reach him.
“What — what do you mean?”
“You know how and why she died. Make sure it was not in vain. Help me protect Lily’s son.”
(Deathly Hallows, Chapter 33, The Prince's Tale).
Snape seemed to peer through a haze of pain, and Dumbledore’s words appeared to take a long time to reach him.
“What — what do you mean?”
“You know how and why she died. Make sure it was not in vain. Help me protect Lily’s son.”
(Deathly Hallows, Chapter 33, The Prince's Tale).
[Snape] stood up. “You have used me.”
“Meaning?”
“I have spied for you and lied for you, put myself in mortal danger for you. Everything was supposed to be to keep Lily Potter’s son safe. Now you tell me you have been raising him like a pig for slaughter-”
“But this is touching, Severus,” said Dumbledore seriously. “Have you grown to care for the boy, after all?”
“For him?” shouted Snape. “Expecto Patronum!”
From the tip of his wand burst the silver doe: she landed on the office floor, bounded once across the office, and soared out of the window. Dumbledore watched her fly away, and as her silvery glow faded he turned back to Snape, and his eyes were full of tears.
“After all this time?”
“Always,” said Snape.
(Deathly Hallows, Chapter 33, The Prince's Tale).
“Meaning?”
“I have spied for you and lied for you, put myself in mortal danger for you. Everything was supposed to be to keep Lily Potter’s son safe. Now you tell me you have been raising him like a pig for slaughter-”
“But this is touching, Severus,” said Dumbledore seriously. “Have you grown to care for the boy, after all?”
“For him?” shouted Snape. “Expecto Patronum!”
From the tip of his wand burst the silver doe: she landed on the office floor, bounded once across the office, and soared out of the window. Dumbledore watched her fly away, and as her silvery glow faded he turned back to Snape, and his eyes were full of tears.
“After all this time?”
“Always,” said Snape.
(Deathly Hallows, Chapter 33, The Prince's Tale).
Snape adalah karakter yang sama sekali tak pernah masuk dalam
hitungan saya sejak pertama mengenal serial Harry Potter. Bagaimana bisa masuk
hitungan, sejak buku pertama ia selalu digambarkan sebagai sosok guru yang
menyebalkan, selalu pilih kasih terhadap Draco Malfoy yang merupakan musuh
Harry, begitu pun setiap tindakan ataupun gerak geriknya selalu menunjukkan
kebencian yang sengit terhadap Harry. Dengan semua penggambaran seperti itu,
mana bisa ia jadi tokoh yang mendapat simpati dari pembaca.
Namun pelan-pelan citra terhadap dirinya mulai berubah.
Terungkap kemudian bahwa justru Snape telah beberapa kali menyelamatkan hidup
Harry, bahkan sejak tahun pertama Harry ada di Hogwarts. Terungkap juga
bagaimana cintanya Snape pada ibunya Harry, yang kemudian menjadi alasan kuat
bagi Dumbledore untuk tetap percaya pada Snape bahkan ketika Snape harus
menjadi agen ganda.
Dan jika kemudan Harry menamai salah satu putranya dengan
nama depan Snape, menurut saya itu sangat layak untuk Snape mengingat semua
pengorbanan yang telah dilakukannya. Tak mudah menjadi seorang Snape, pada usia
remaja, kemiskinan dan kecenderungannya akan ilmu hitam membuatnya menjadi
bulan-bulanan murid lain yang lebih popular (dalam hal ini James Potter dan
gengnya), di usia beranjak dewasa wanita yang dicintainya sejak kecil malah
menikah dengan orang lain, dan di masa dewasanya ia menjadi sosok yang selalu
dianggap berada di bawah bayang-bayang Voldemort hingga ia tak pernah mendapat
kepercayaan penuh dari rekan sejawatnya sendiri di Hogwarts.
Dan memang tak mudah juga bagi Snape untuk menjadi seorang
agen ganda. Ia mempertaruhkan nyawanya sendiri dengan memainkan peran berpihak
pada Voldemort padahal kesetiaan tertingginya adalah untuk Dombledore.
Satu-satunya yang membuat ia mampu menjalaninya mungkin hanya satu: motivasinya
untuk menjaga anak Lily Evans, cinta sejatinya, tetap hidup.
Bahkan saat membunuh Dumbledore pun, siapa yang meyangka
bahwa itu semata untuk menjalankan perintah dari Dumbledore sendiri, untuk
menyelamatkan Draco Malfoy, untuk mencegah jiwa Draco rusak karena menjadi
seorang pembunuh.
Snape memang karakter yang sangat unik. Tokoh yang lebih
mudah untuk dicap sebagai antagonis karena memang demikianlah pembawaannya. Lebih
mudah untuk menyematkan cap penjahat pada Snape alih-alih mengakui kepahlawanan
yang selalu dilakukannya di belakang layar.
Ada satu bagian yang akan selalu saya kenang dari buku Harry
Potter dan Relikui Kematian, yaitu saat Snape protes pada Dumbledore:
Dumbledore menarik nafas dalam-dalam dan berujar pelan.
”Memberitahunya bahwa pada malam ia dapat bertahan hidup, Lily memasang tameng
baginya dengan nyawanya sendiri. Kutukan Maut memantul kepada Voldemort dan
seserpih jiwa Voldemort tercabik dari keseluruhannya dan menempel pada
satu-satunya jiwa yang masih hidup didalam bangunan rumah mereka. Sebagian dari
jiwa Voldemort hidup dalam jiwa Harry. Dan selama jiwa itu ada, Voldemort tidak
akan mati.” Dumbledore menarik nafas dalam. ”Dan Voldemort sendiri yang harus
melakukannya. Ini penting.”
”Jadi... Anak itu harus mati?” Severus Snape terperangah, ia terkejut mendapat pernyataan seperti demikian. ”Kupikir... selama bertahun-tahun ini... kita melindunginya untuknya. Untuk Lily.”
”Kita melindunginya, karena perlu sekali untuk mendidiknya, membesarkannya, membiarkannya mencoba kekuatannya,” kata Dumbledore.
”Kau mempertahankannya untuk tetap hidup supaya bisa mati pada saat yang tepat?” Snape menarik nafas panjang. ”Aku sudah menjadi mata-mata untukmu, berbohong untukmu. Semuanya dimaksudkan untuk menjaga anak Lily Potter tetap selamat. Sekarang kau memberitahuku kau membesarkannya seperti hewan yang akan disembelih—”
”Ini mengharukan, Severus. Apakah kau kini telah menyukai anak itu, akhirnya?”
”Menyukai dia?” teriak Snape. ”Expecto Patronum!” Dari ujung tongkat sihir Snape muncul sesosok rusa betina keperakan. Rusa itu mendarat di lantai kantor dan melesat keluar dari jendela. Dumbledore mengawasinya terbang menjauh, dan ketika cahaya perak memudar, dia menoleh kembali kepada Snape, dan matanya penuh dengan air mata.
”Setelah sekian lama ini?”
”Selalu.”
”Jadi... Anak itu harus mati?” Severus Snape terperangah, ia terkejut mendapat pernyataan seperti demikian. ”Kupikir... selama bertahun-tahun ini... kita melindunginya untuknya. Untuk Lily.”
”Kita melindunginya, karena perlu sekali untuk mendidiknya, membesarkannya, membiarkannya mencoba kekuatannya,” kata Dumbledore.
”Kau mempertahankannya untuk tetap hidup supaya bisa mati pada saat yang tepat?” Snape menarik nafas panjang. ”Aku sudah menjadi mata-mata untukmu, berbohong untukmu. Semuanya dimaksudkan untuk menjaga anak Lily Potter tetap selamat. Sekarang kau memberitahuku kau membesarkannya seperti hewan yang akan disembelih—”
”Ini mengharukan, Severus. Apakah kau kini telah menyukai anak itu, akhirnya?”
”Menyukai dia?” teriak Snape. ”Expecto Patronum!” Dari ujung tongkat sihir Snape muncul sesosok rusa betina keperakan. Rusa itu mendarat di lantai kantor dan melesat keluar dari jendela. Dumbledore mengawasinya terbang menjauh, dan ketika cahaya perak memudar, dia menoleh kembali kepada Snape, dan matanya penuh dengan air mata.
”Setelah sekian lama ini?”
”Selalu.”
Dumbledore kaget, karena bentuk patronus Snape masih
berbentuk rusa betina, persis sama dengan patronusnya Lily, padahal bertahun
sudah Lily meninggal.
Ya, bertahun sudah Snape mencintai Lily, selalu disampingnya
bahkan sejak kecil saat Lily belum menyadari kekuatannya sendiri sebagai
seorang penyihir. Cinta itu disimpannya terus bahkan hingga saat Lily
memutuskan untuk menikah dengan musuh bebuyutannya sejak sekolah: James Potter.
Saat Lily terbunuh mungkin adalah titik balik dalam hidup Snape, ia menyeberang
ke pihak Dumbledore dan memastikan bahwa tujuan hidupnya kemudian hanya satu:
menjaga anak Lily tetap hidup, setelah ia gagal menjaga hidup Lily yang selalu
dicintainya.
Siapa sangka jika cinta tak bersyaratnya pada Lily-lah yang
membuat alur hidupnya berubah, dari pengikut sihir hitam yang keji menjadi
pahlawan yang kebesaran jiwanya tak diragukan lagi meski selalu berada di balik
layar. Fragmen-fragmen singkat saat Harry melihat ke dalam pensieve ingatan
terakhir Snape: Snape memeluk jasad Lily yang tak bernyawa dengan jeritan dan
tangis pilu, Snape yang kemudian mendatangi Dumbledore dalam keadaan kacau
balau, Snape yang mengacak-acak kamar Sirius untuk menyobek foto Lily dan bagian
terakhir surat yang tertera tanda tangan Lily, semakin mengokohkan fakta bahwa
ya, terlepas kepada siapa akhirnya Lily memutuskan untuk memberikan hatinya,
cinta Snape tetap tak berubah.
Cinta tak bersyarat seperti itu, saya yakin tak semua orang
punya. Dan entah kenapa, tiba-tiba saja saya merasa, satu fragmen Snape
menyihir patronus yang sama persis dengan patronus Lily di depan Dumbledore,
setara dengan kisah cinta berjilid-jilidnya Isabella Swan dan Edward Cullen.
*gambar saya ambil
dari https://www.pinterest.com/source/abby27nix.deviantart.com/
dan http://vitrinugraha.blogspot.co.id/2013/08/dibalik-seorang-severus-snape.html
Komentar
Posting Komentar