SELALU ADA KESEMPATAN KEDUA
Beberapa
waktu yang lalu, media sempat ramai dengan pemberitaan tentang Aceng Fikri,
bupati Garut yang menikahi wanita di bawah umur, dan menceraikan wanita
tersebut dengan cara yang kurang santun. Jika pemberitaan tersebut benar, maka meminjam
kosakata anak gaul, Pak Aceng ini bisa saya sebut sebagai: “bad boy”. Beberapa waktu kemudian, saya bertemu lagi dengan pria
asal Garut yang lain, sebut saja namanya X, tak disangka X ini pun ternyata
tipikal pria bad boy juga. Saya mulai
curiga, kenapa pria Garut yang saya ketahui semuanya bad boy. Secara kebetulan, sepupu saya baru saja patah hati karena
calon suaminya yang juga orang Garut, ternyata baru ketahuan, lagi-lagi adalah seorang bad boy.
Saya
pun mulai membangun deduksi dari fakta:
Aceng
Fikri , orang Garut, bad boy.
X,
orang Garut, bad boy.
Calon
suami sepupu saya, orang Garut, bad boy.
Sahkah jika dari serangkaian fakta di
atas, saya lantas mengambil kesimpulan bahwa semua pria Garut adalah bad boy?. Jika sepupu saya menemui lagi
seorang pria Garut, bolehkah jika ia langsung menghakimi pria itu pun juga adalah seorang bad boy?.
Jika saya menjawab ya, maka saya jatuh
pada kesalahan berpikir yang oleh Jalaluddin Rahmat disebut sebagai the dramatic of fallacy instance,
kesalahan generalisir. Hanya karena tiga orang pria Garut yang saya temui
semuanya bad boy, saya langsung
memberikan cap bahwa semua pria Garut adalah bad boy.
Padahal bagaimana dengan sekian juta
populasi pria Garut yang lain?. Hanya karena tiga sampel yang saya temui secara
acak buruk, apakah lantas sekian juta sisanya pun jadi ikut buruk?.
Dalam ilmu statistik kita kenal yang
namanya probabilitas atau peluang suatu kejadian. Probabilitas ini akan sangat
dipengaruhi oleh keakuratan pengambilan sampel yang dilakukan. Tidaklah valid
memutuskan sebuah kejadian akan seperti apa hanya berdasarkan sedikit sampel
dari sekian banyak yang tersedia dalam ruang sampel, seperti halnya akan jauh
dari kebenaran memutuskan kepribadian seseorang seperti apa hanya berlandaskan sedikit contoh
individu dari sekian banyak populasi.
Selain keakuratan dalam pengambilan
sampel, probabilitas ini pun akan sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel
lainnya. Variabel inilah yang memungkinkan adanya
simpangan dalam setiap perhitungan statistik. Simpangan, atau standar deviasi, atau
anomali yang akan mengesahkan adanya ketidaksesuaian dari perhitungan yang
paling akurat sekalipun.
Maka saya tidak sepakat ketika ada
seorang yang bertaruh bahwa penjahat ketiga akan mengulangi kejahatan serupa, hanya
karena dua penjahat terdahulu mengulangi kejahatannya setelah sekali dimaafkan.
Saya percaya selalu ada kesempatan
kedua, dan siapa tahu ada variabel yang membuat si penjahat ketiga justru bisa
lebih saleh dari sang hakim sendiri. Siapa tahu.
Komentar
Posting Komentar