Sejarah Ringkas Tan Malaka: Pahlawan Republik yang Sendirian



Orde Baru telah melabur namanya dengan tinta hitam dalam sejarah Indonesia. Semasa Soeharto berkuasa, menggali pemikiran Tan sama berbahayanya dengan mendiskusikan buku-buku Pramoedya Ananta Toer. Buku-bukunya disebarluaskan dalam jaringan klandestin, pemikiran-pemikirannya dibahas dengan berbisik. Meski dalam perjalanan hidupnya ia berseberangan jalan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), tapi namanya selalu disejajarkan dengan Muso, Semaun dan Darsono, para pembesar partai yang dicap sebagai pengkhianat republik dan musuh besar Bangsa Indonesia.
Semasa Soekarno, perlakuan yang diterimanya pun tak jauh lebih baik. Ia dipenjara selama dua setengah tahun tanpa proses pengadilan. Perseteruannya dengan para pembesar PKI membuatnya terlempar dari lingkaran kekuasaan. Tan memang sosok yang kontraversial dalam PKI. Ia mendukung aliansi dengan Islam, yang membuatnya sering tak sepaham dengan rekan-rekan seperjuangannya. Pasca penentangannya pada rencana pemberontakan PKI pada tahun 1926, ia berpisah jalan dengan partai itu. Politik memang kemudian menenggelamkan namanya.
Meskipun demikian, di mata sebagian orang, Tan adalah sosok yang menarik. Ia diburu polisi rahasia Belanda, Inggris, Amerika dan Jepang di 11 negara, karena ia memiliki satu cita-cita utama: kemerdekaan Indonesia. Ia memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua dengan total perjalanan sepanjang 89 ribu kilometer (dua kali jarak yang ditempuh Che Guevara dari Amerika Latin). Ia seorang Marxis, tapi sekaligus nasionalis. Ia seorang komunis, tapi siapa sangka ia hafal Al-Qur’an di waktu muda. Bahkan kata Tan, “Di depan Tuhan, saya seorang Muslim”.
Tak banyak yang tahu, bahwa Tan Malaka adalah tokoh pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Muhammad Hatta yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pledoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).
Buku Naar de Republiek Indonesia dan Massa Actie (1926) yang ditulisnya di tanah pelarian telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Sayuti Melik misalnya, mengenang bagaimana Soekarno membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Isi buku ini menjadi ilham dan dikutip dalam pledoi Indonesia Menggugat. W.R Soepratman pun memasukkan kalimat “Indonesia tanah tumpah darahku” ke dalam lagu Indonesia Raya karena diilhami bagian akhir dari Massa Actie.
Tan menorehkan peranan penting seputar proklamasi. Ia adalah tokoh yang menggerakkan rapat raksasa yang diadakan para pemuda di Lapangan Ikada, 19 September 1945. Inilah rapat pertama yang menunjukkan dukungan massa pertama terhadap proklamasi kemerdekaan yang waktu itu masih sebatas catatan di atas kertas. 
Dalam banyak sumber, disebutkan bahwa Soekarno-Hatta memilih bekerja sama dengan Jepang dalam proses menuju kemerdekaan Indonesia, tapi Tan sebaliknya, ia berkata: "Tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang menjarah rumahnya".
Muhammad Yamin menjulukinya “Bapak Republik Indonesia”. Soekarno menyebutnya “seorang yang mahir dalam revolusi”, tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya.
      Di samping sebagai pejuang politik yang ulung tetapi kontroversial dan tragis. Tan Malaka juga seorang intelektual-pemikir yang berkaliber. Ia menghasilkan banyak karya berupa buku maupun tulisan selama masa hidupnya yang terbilang singkat.

     Berikut adalah beberapa di antara karya-karya tulisannya:

1.     Sovyet atau Parlement, Semarang, 1921
2.     Toendoek kepada kekoeasaan, tetapi tidak Toendok kepada Kebenaran, Berlijn, 1922
3.     Indonesia i ejo mesto na proboezdjajoesjitsjemsja vostoke, Moskou 1924
4.     Goetji Wasiat Kaoem Militer, Saigon (?), 1924 (?)
5.     Naar de Republiek Indonesia, Canton April 1925

6.     Semangat Moeda, Manila 1926
1.     Massa Actie, Singapore 1926
2.     Lokal dan Nasional Aksi di Indonesia, Singapore 1926
3.     Parimanifest, Bangkok, 1927
4.     Pari dan Kaum intelektuil Indonesia, Bangkok 1927
5.     Pari en het Internasionalisme, 1927
6.     Pari dan PKI (Pari dengan PKI), 1927
7.     Brief aan Sukarno, Singgih en Sutomo, Mei 1920
8.     Aan de aanhangers der Komintern in Indonesia, Mei 1929
9.     Ditulis bersama Subakat:
10.  Pari dan Komintern (Pari dengan Komintern) ]
11.  Stalinisme dan Trotskyisme
12.  PKI dan Digul
13.  Madilog, Materialisme, Dialektika, Logika, Jakarta 1951.
14.  Ditulis dari bulan Juli 1942 sampai bulan Maret 1943
15.  Gabungan Asli
16.  pada pertengahan tahun 1943 selesai separuh
17.  Het Vrije Woord
18.  “Armoedeland”
19.  “Engelsche arbeidstoestanden in 1919
20.  “Verbruikscooperaties voor Javaansche proletariat”
21.  “Het Roode Deli”
22.  “De Delische Staking”
23.  “Deli en de arbeidersbeweging”
24.  Malaka, “Raden Kamil, de Nestor”
25.  Sumatra Post
26.  T.M. “Sovyet-Rusland”,
27.  Soeara Ra’jat
Malaka, “Sovyet atau Parlement”,
MK., “Kaoem Moeslimin dan Bolsjewisme
SI Semarang dan Onderwijs
Malaka, “SI Semarang dan Onderwijs
28.  Sinar Hindia
29.  “Een woord tot Jong Java”,
30.  “Wie zal de sterkste zijn?
31.  Die Komunistische Interbationale
Tan Malaka, “Die Kommunistische Bewegung in Indonesien” (Gerakan Komunis di Indonesia), Agustus 1923,
32.  De Voorheede
Dalam koran Cina ini, diterbitkan oleh “Biro Perpustakaan Rakuat di Kanton, katanya, Tan Malaka pada tahun 1924 dengan nama samaran Ma La Chia pernah menulis artikel berjudul “Gerakan Sosial di Hindia Belanda”.
33.  The Dawn
34.  El Debate
35.  La Opinion
36.  Obor

Komentar

Postingan Populer