Sinopsis The Silkworm (Ulat Sutra), Robert Galbraith




Tokoh-tokoh dalam cerita ini:

Cormoran Strike
:
Tokoh utama cerita ini. Nama Cormoran diambil dari nama raksasa dalam cerita mitologi Inggris: Jack dan Kacang Ajaib. Corm digambarkan sebagai seorang laki-laki dengan badan tinggi besar (tingginya 192 cm), muka seperti petinju, dan rambut ikal yang tak pernah rapi.
Kematian ibunya membuat Corm mengundurkan diri dari pertengahan kuliahnya di Oxford dan kemudian bergabung dengan Angkatan Darat Inggris. Kemampuan analisanya yang tajam dan instingnya untuk mendeteksi bahaya membuat ia terkenal di seluruh Korps Angkatan Darat. Sampai kemudian sebuah ledakan bom di Afganishtan merenggut sebelah kakinya. Setelah pensiun dari Angkatan Darat, Corm menjadi seorang detektif partikelir. Meskipun Corm adalah putra tertua penyanyi rock gaek John Rokeby yang seharusnya hidup dengan bergelimang kemewahan, tapi ia sempat mengalami kesulitan keuangan yang cukup parah. Sampai kemudian ia sukses menyelesaikan kasus Lula Landry (lihat buku The Cuckoo’s Calling). Kasus ini telah mengangkat popularitasnya, memperbaiki bisnisnya sekaligus membuatnya dimusuhi oleh Kepolisian Metro.
Robin Venetia
:
Asisten sekaligus sekretaris pribadi Corm. Seorang wanita cerdas yang menarik dengan rambut pirang. Kecintaan Robin pada dunia penyelidikan membuat ia tetap bertahan bekerja dengan Corm meskipun di tempat lain ia bisa mendapat dua kali dari gaji yang diterimanya dari Corm. Sama seperti Corm, Robin pun drop out dari kuliah psikologinya, dengan alasan yang masih belum dibaginya kepada Corm.
Leonora Quine
:
Seorang ibu rumah tangga dengan penampilan lusuh dan kepribadian yang lugu dan sedikit aneh. Ia datang kepada Corm untuk meminta bantuan menemukan suaminya, Owen Quine, yang sudah sepuluh hari menghilang. Tak disangka Corm malah menemukan suaminya sudah menjadi mayat dan kepolisian menetapkan Leonora sebagai tersangka. Corm yakin Leonora tak bersalah dan akhirnya memutuskan untuk membantu Leonora dengan membuktikan bahwa bukan ia pembunuh suaminya.
Owen Quine
:
Penulis novel bergaya gothic dengan tokoh-tokoh hermafrodhite. Suami dari Leonora Quine. Ia digambarkan sebagai seorang penulis yang kurang sukses tetapi delusionis dan sangat haus publisitas. Ia dikenal sering merajuk dengan melakukan aksi menghilang untuk membuat orang-orang disekitarnya khawatir. Aksi menghilangnya yang terakhir ternyata berujung pada sebuah pembunuhunan yang keji dan brutal. Bombyx Mori, novel Quine yang terakhir menjadi petunjuk untuk mengungkap siapa sebenarnya pembunuh yang telah mengakhiri hidup Quine.
Orlando Quine
:
Putri tunggal pasangan Quine, seorang gadis berumur dua puluh empat tahun dengan kebutuhan khusus. Orlando menyukai menggambar dan mempunyai kebiasaan menyambar benda yang menarik minat (meskipun bukan miliknya) kemudian menyembunyikan benda tersebut di saku Cheeky Monky, boneka orang utan besar yang selalu digendongnya. Siapa sangka jika di saku Cheeky Monky inilah, Corm menemukan petunjuk yang mengarah pada siapa pembunuh Quine yang sebenarnya.
Matthew John Cunliffe
:
Tunangan Robin, pria tinggi dan tampan tapi selalu cemburu pada sosok seorang Cormoran Strike.
Kathryn Kent
:
Kekasih gelap Owen Quine, penulis novel fantasi erotis yang karyanya ditolak berbagai penerbit.
Nina Lascelles
:
Salah seorang pegawai di perusahaan penerbitan Ropper Chard. Ia adalah seorang wanita mungil yang telah membantu Cormoran Strike untuk mencurikan naskah Bombyx Mori.
Al Rokeby
:
Adik Cormoran beda ibu. Dari semua putra Rokeby, hanya Al yang menunjukkan niat untuk menjalin kedekatan dengan Corm. Al selalu mengagumi sekaligus iri pada keberanian Corm yang memilih untuk hidup mandiri dan menolak semua bantuan yang ditawarkan Rokeby. Al membantu Corm meringkus  pembunuh Quine yang mencoba melarikan diri.
Richard Anstis
:
Perwira kepolisian Metro yang diselamatkan nyawanya oleh Corm saat di Afganishtan. Anstis adalah orang yang bertanggung jawab dalam penyelidikan kasus pembunuhan Quine. Sayangnya, bahkan hutang budinya di masa lalu tak membuat ia mau percaya pada Corm yang memberitahunya bahwa ia telah salah menangkap pembunuh Quine.
Michael Fancourt
:
Teman Quine yang kemudian berubah menjadi musuh. Fancourt adalah penulis yang jauh lebih sukses dari Quine. Perselisihannya dengan Quine dimulai saat istri Fancourt bunuh diri setelah membaca tulisan parodi yang mengejek novel tulisannya. Fancourt menuduh Quine-lah yang membuat parody itu.
Joe North
:
Sahabat Fancourt dan Quine, penulis brilian yang sayangnya mati dalam usia muda karena virus HIV. Sebelum kematiannya ia mewariskan sebuah rumah di Talgarath Road kepada kedua sahabatnya, dengan persyaratan rumah tersebut hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang menyangkut dengan seni.
Phillip Midgley
:
Teman Kathryn Kent, seorang transgender yang kepadanya Quine sempat membacakan sepenggal bagian Bombyx Mori sebelum tewas terbunuh.
Charlotte Campbell
:
Seorang model yang cantik jelita. Mantan tunangan Corm yang telah menjalani hubungan putus sambung selama 16 tahun sebelum kemudian benar-benar berakhir saat Corm memilih pergi. Charlotte digambarkan sebagai seorang wanita cantik yang rusak dengan kebiasaannya berdusta dan kepribadiannya yang meledak-ledak. 
Jerry Waldegrave
:
Salah seorang yang selalu bersikap baik pada Quine, tapi kemudian juga ikut dipermalukan. Dalam Bombyx Mori ia digambarkan sebagai Cutter, makhluk yang memiliki tanduk di bawah topinya dan mencoba menenggelamkan makhluk katai yang dibawa-bawa dalam karungnya.
Daniel Chard
:
CEO perusahaan penerbitan Ropper Chard, dikabarkan bahwa ia adalah seorang gay yang mempunyai hobi melukis telanjang pria-pria muda. Dalam Bombyx Mori ia dilecehkan sebagai “Phallus Impidicus”.
Dorcus Pengelly
:
Klien Liz Tassel, seorang pengarang novel erotis. Salah satu bukunya yang berjudul Di Atas Karang Jahanam memasang sampul suatu tempat dengan tebing-tebing berbahaya di Gwithian: Hell’s Mouth yang  kemudian dijadikan sebagai tempat untuk membuang barang bukti oleh pembunuh Owen Quine.
Dave Polworth
:
Teman masa kecil Corm di Cornwall. Seorang insinyur sipil yang juga penyelam amatir dan sangat menyukai tantangan. Dave adalah orang yang membantu Corm mengambil barang bukti yang ditenggelamkan di laut.
Elizabeth Tassel
:
Agen dari Quine, seorang wanita paruh baya berwajah biasa, dengan kepribadian yang bengis dan intimidatif. Digosipkan bahwa ia mencintai Fancourt namun tak pernah ditanggapi. Selama bertahun-tahun Liz Tassel telah menjadi penyokong keuangan keluarga Quine. Ia memiliki kebiasaan merokok yang parah dan penyakit batuk akut yang tak sembuh-sembuh. Liz tak pernah menikah maupun punya pacar. Satu-satunya sahabatnya adalah seekor anjing Dobermann tua.

Kesuksesan Cormoran Strike memecahkan kasus pembunuhan Lula Landry telah menyebabkan banyaknya permintaan investigasi yang harus ia tangani. Kebanyakan kasus yang harus ditanganinya adalah pengintaian terhadap kekasih-kekasih yang tidak setia. Bayaran yang diterimanya tak sedikit tapi pengintaian seperti itu tidaklah menjadi tantangan yang mampu mebangkitkan minatnya. Maka ketika pada suatu hari Leonora Quine yang tidak terlihat memiliki banyak uang datang untuk meminta bantuan menemukan suaminya, Corm serta merta bersedia membantu. Padahal sebelum itu, kesulitan keuangan yang dialami Corm membuat ia hanya mau menangani kasus dengan bayaran yang tidak murah.
Proses pencarian terhadap Owen Quine ternyata tidaklah sederhana. Di Talgarath Road, dalam sebuah rumah yang tak pernah dikunjunginya selama berpuluh-puluh tahun bahkan sejak pertama kepemilikannya, Owen ditemukan sudah menjadi mayat dengan kondisi yang sangat mengerikan. Pembunuhnya telah mengatur arena pembunuhan menjadi seperti sebuah altar persembahan korban. Tubuh Quine yang telanjang terikat di bawah jendela besar, dengan bagian perut yang growong serta banyak bagian tubuh yang hangus terkena asam klorida pekat yang telah dipercikkan secara brutal bukan hanya pada seluruh tubuh korban, tapi juga ke bagian rumah yang lain.
Tak cukup sampai disitu, tujuh set peralatan makan diatur di sekeliling mayat korban, menambah kesan ganjil dan brutal dalam pembunuhan tersebut. Leonora sebagai istri korban langsung menjadi tersangka. Semua bukti memang tampak memberatkan Leonora. Sikapnya yang tidak menunjukkan tanda-tanda berkabung setelah berita kematian suaminya, latar belakangnya sebagai pegawai di tempat pemotongan daging berikut catatan pembelian burqa dan tambang dari kartu kreditnya. Ia pun dianggap memiliki motif mengingat Quine bukanlah tipe suami dan ayah yang baik, bahkan diketahui jika Quine memiliki seorang kekasih simpanan dan kurang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Kepolisian menahan Leonora atas tuduhan pembunuhan, sementara Cormoran malah bertekad untuk membuktikan sebaliknya. Nuraninya terusik dan kasus ini dengan seluruh keganjilannya demikian menantang sehingga ia berkeras untuk melanjutkan penyelidikan meskipun tak ada imbalan besar yang akan diperolehnya.
Penyelidikan ini tidaklah berlangsung mudah, cairan asam yang secara brutal disiramkan di tempat kejadian telah menghapus jejak apapun yang mungkin tertinggal, mengacaukan waktu kematian dan mempersulit penyelidikan.  Ditambah dengan sikap kepolisian yang sudah antipati terhadap Corm membuat Corm kehilangan akses terhadap semua informasi yang penting terkait dengan kasus ini.
Bombyx Mori, karya terakhir mendiang Quine akhirnya menjadi satu-satunya rujukan yang diharapkan menyimpan petunjuk. Novel ini bukanlah karya yang enak dibaca, bahkan sebaliknya novel ini penuh dengan keganjilan dan kecabulan yang membuat muak pembacanya. Merujuk pada novel ini, penulisnya pastilah sakit jiwa. Ada banyak tokoh dalam cerita yang dengan akurat menggambarkan sosok-sosok nyata dalam lingkaran kehidupan Quine. Dan penggambaran tokoh-tokoh tersebut dalam Bombyx Morii begitu menyinggung dan bisa membuat Quine terkena tuntutan pencemaran nama baik.
Tokoh-tokoh tersebut adalah Leonora, Elizabeth Tassel, Fancourt, Waldegrave, Chard, juga Kathryn dan Pippa. Merujuk pada orang-orang ini, Corm mulai mempersempit pencarian. Ia mulai menelusuri orang-orang yang sudah membaca naskah awal Bombyx Mori dan mulai menyelidiki orang-orang tersebut, alibi sampai karakter dan kehidupan pribadinya. Wawancara demi wawancara dilakukan, anehnya beberapa orang yang diwawancarai Corm mengatakan pendapat yang sama bahwa Bombyx Mori ditulis bukan hanya oleh Quine sendiri. Keganjilan ini semakin mengusik mengingat Pippa sendiri pernah berkata bahwa sepenggal bagian yang dibacakan Quine untuknya dari draft naskah Bombyx Mori berbeda dengan Bombyx Mori yang sekarang beredar.
Tokoh dalam Bombyx Mori yang kemudian menarik perhatian Corm adalah Cutter, yang tak bisa tidak merujuk pada Jerry Waldegrave dalam kehidupan nyata. Kenapa sosok Cutter ini harus membawa-bawa karung berisi manusia cebol yang ingin ditenggelamkannya.
Penyelidikan selanjutnya menyampaikan Corm pada fakta yang lebih mengejutkan: isteri Waldegrave, Fenella, sempat terlibat skandal dengan Fancourt sehingga ketika Fenella hamil, ia sempat ingin mengaborsi bayinya karena tak jelas itu anak siapa. Cutter dan si cebol dalam karung adalah simbolisme estetoris dari kejadian ini.
Sebelum menghilang, Quine sempat menyusun sebuah rencana pertengkaran pura-pura dengan Liz Tassel di sebuah restoran terkenal dengan tujuan publisitas untuk bukunya. Sejumlah saksi menyebutkan bagaimana dalam pertengkaran tersebut Quine berteriak-teriak tentang “Fancourt dan pelirnya yang lembek”, fakta bahwa Fancourt yang ternyata mandul dan diketahui dengan jelas oleh Quine, tapi  anehnya bertentangan dengan penggambaran dalam Bombyx Morri yang malah menunjukkan kemungkinan Fancourt. sebenarnya adalah ayah biologis dari puteri Waldegrave.
Satu fakta sederhana ini membuat Corm sampai pada kesimpulan Bombyx Mori yang sekarang beredar bukan Bombyx Mori yang ditulis oleh Owen Quine dan melalui serangkaian pemikiran ia pun menemukan siapa pembunuhnya. Ia hanya perlu menemukan bukti fisik.
Bersama Robin ia mendatangi Orlando, dan dengan sedikit trik mereka berhasil mendapatkan sebuah pita mesin ketik milik Quine dahulu dan selembar kertas sampul buku dengan gambar tebing di Gwithian.
Corm kemudian meminta Dave melakukan untuknya pencarian yang berbahaya itu. Menyelam ke dasar laut di tebing-tebing curam Gwithian untuk mencari barang bukti yang mungkin ditenggelamkan disitu. Dan Dave berhasil.
Sementara itu Robin yang diberi tugas mencari kotoran anjing Dobermann milik Liz Tassel juga berhasil. Hasil uji laboratorium mendeteksi kandungan usus manusia dalam kotoran anjing tersebut.
Langkah selanjutnya adalah bagaimana menyudutkan si pelaku karena kepolisian Metro malah menolak mengakui kebenaran semua hasil kesimpulan Corm.
Dengan bantuan Al dan Robin, Corm akhirnya mampu membekuk si pembunuh yang ternyata adalah…. Liz Tassel.
Novel kedua Robert Galbraith ini semakin membuktikan kemampuan J.K. Rowling dalam menulis cerita detektif. Tak seperti Hercule Poirot maupun Sherlock Holmes yang kehidupan pribadinya hampir tak pernah disinggung, dalam novel Galbraith ini kehidupan pribadi sang detektif dibuka begitu saja kepada pembaca. Kisah masa kecilnya, kesulitan hidupnya bahkan cerita cintanya. Cormoran bukanlah seorang detektif hebat yang berhati dingin minus kehidupan pribadi. Justru sebaliknya di belakang daya ingatnya yang tajam, kecerdasan dan ketajaman analisis serta imajinasinya yang mampu mendeteksi keganjilan dalam suatu kejadian, ia tetap hanya seorang manusia biasa. Yang menghabiskan masa kecil dengan ibu yang nomaden dan tak stabil, diacuhkan  oleh ayah kandungnya yang bintang terkenal dan kemudian terlibat dalam sebuah kisah cinta yang tragis.
Dan sisi manusiawi Cormoran Strike telah membuat saya jatuh cinta pada tokoh ini. Bagaimana ia, dengan perawakan yang tak bisa dibilang rupawan dan kaki buntung setengah tapi memiliki ketenangan dan kepercayaan diri yang apa adanya sehingga membuat Matthew dengan segala kelebihannya justru merasa begitu terganggu.
Bagaimana ia yang berhak menikmati fasilitas dan kemewahan hidup dari ayahnya tapi memilih mandiri meskipun itu berarti kesulitan dan ketidaknyamanan hidup.
Bagaimana ia menjadi sosok yang bekerja bukan hanya untuk uang, tapi untuk sesuatu yang jauh lebih bernilai dari itu, pemenuhan untuk tuntutan rasa keadilan, sekaligus pelarian dari masalah cinta yang rumit dengan mengerahkan konsentrasi tak terpecah mengurai simpul-simpul yang rumit dari sebuah kasus.

Two thumbs up untuk J.K. Rowling. Di The Cuckoo’s Calling saya masih menemukan keganjilan-keganjilan logika, tapi di buku kedua ini keganjilan itu tak saya temukan.

Komentar

Postingan Populer