Sedekah Itu Menolak Bala...

"Sering-seringlah sedekah!".

Nasihat itu saya yakin tepat sekali diberikan pada orang slebor yang koplak dan serampangan seperti saya ini. Bukan hanya sekali saya kehilangan barang-barang dari mulai yang berharga seperti handphone dan perhiasan, sampai barang remeh temeh seperti gantungan kunci dan pin. Sebagian mungkin terjadi karena faktor musibah seperti dicopet orang, tapi sebagian besar lainnya terjadi karena saya yang kurang apik meletakkan sesuatu ditambah sifat pelupa saya yang bisa dibilang cukup akut. Maka wajarlah jika sering sekali saya dimarahi Abinya anak-anak karena keteledoran saya ini. Saking seringnya dimarahi, sekarang ini jika kehilangan sesuatu, omelan beliau adalah hal pertama yang-jauh-lebih-saya-takuti daripada perasaan kehilangan terhadap benda itu sendiri.

Bukannya saya tak pernah berusaha untuk mengatasi keteledoran saya yang satu ini, saya sudah berusaha, sungguh. Usaha saya dimulai dengan mencoba meletakkan sesuatu pada tempatnya setiap selesai digunakan. Benda pertama yang saya coba untuk manage adalah alat-alat tulis. Saking seriusnya saya sampai menyengajakan untuk membeli sebuah kotak pensil, benda standar yang entah kenapa tak pernah saya punya sepanjang sejarah saya bersekolah. Alasannya simpel, saya biasanya hanya punya satu pulpen dan satu pensil yang rasanya sudah cukup digeletakkan begitu saja di dasar tas. Tapi kini, saya punya tempat pensil, yang kemudian menggembung karena isinya yang penuh. Akhirnya saya merasa perlu juga terhadap alat-alat tulis lainnya selain pulpen dan pensil, yaitu segala stabilo, tip-ex, penghapus, hingga cutter dan kalkulator scientific. 

Saya sangat menyayangi tempat pensil yang penuh ini. Dan sesuai dengan tekad saya, setiap saya selesai menggunakan sebuah alat tulis, saya segera mengembalikan ke tempatnya lagi, tak ada alat tulis yang tercecer. Hingga setelah berbulan-bulan tempat pensil itu tetap terjaga kepenuhannya. tapi apalah daya, malang tak dapat ditolak, suatu hari entah kenapa saat tiba di rumah sepulang dari kampus, baru saya sadari bahwa tempat pensil berikut segala isinya ini telah raib. Tak berguna segala pengumuman  kehilangan yang saya tempel di kampus, dan dengan berat hati saya menyadari bahwa tempat pensil ini tak akan pernah kembali lagi ke tangan saya.

Setelah kejadian tempat pensil ini, akhirnya saya menyadari bahwa ternyata selain teledor saya juga pelupa. Pernah suatu hari saya berniat untuk mengumpulkan tugas gambar. Dari tempat ngeprint di Gelap Nyawang, saya langsung ke kantor Tata Usaha Sipil untuk menyetorkan tugas gambar saya disana. Jarak dari Gelap Nyawang ke area Sipil memang tidak terlalu jauh, tapi dengan berjalan kaki cukup lumayan menyita waktu dan tenaga untuk orang yang sedang terburu-buru. Sialnya, saat tiba di TU, baru ketahuan kalau tabung gambar saya ternyata ketinggalan di tempat ngeprint, maka kembalilah saya ke Gelap Nyawang diiringi tatapan aneh seorang teman.

Sejak itu, saya punya kebiasaan aneh, setiap akan meninggalkan suatu tempat saya akan menyapukan pandangan untuk memeriksa lagi tempat yang baru saya tinggalkan, mengecek siapa tahu ada barang yang saya tinggalkan disitu. Karena tak terhitung sudah barang yang harus saya relakan akibat tertinggal di suatu tempat dan akhirnya hilang.

Sampai pada suatu ketika, saya kehilangan seseorang yang sangat berarti untuk hidup saya. Tak seperti kehilangan-kehilangan yang saya rasakan sebelumnya, kehilangan seseorang ternyata menjadi titik balik akan pemahaman saya terhadap benda. Saya tak lagi merasa terikat pada setiap benda yang saya miliki. Semuanya hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh Pemilik Sesungguhnya. Termasuk uang yang ternyata hanyalah nominal, sederet angka yang hanya sekedar lewat. Pemahaman ini entah kenapa menjadikan hati saya lebih ringan untuk berbagi. 

Sering saya mendengar tentang keajaiban sedekah, bagaimana sedekah menarik rezeki dan bagaimana sedekah bisa menolak bala. Tapi mengalami sendiri ternyata berbeda jauh dari sekedar mendengar. Sering saya merinding sendiri karena merasakan semakin banyak yang saya berikan semakin banyak juga yang saya terima. Dan yang paling ajaib adalah, banyak sekali kejadian dimana saya hampir celaka dan entah kenapa saya bisa lolos dan selamat.

Pernah pada satu ketika saya mengambil uang dari ATM, saya ingat betul, satu juta rupiah uang yang saya ambil. Selesai proses penarikan, kartu ATM dan resi  saya masukkan ke tas, tapi entah linglung, entah bodoh, saya tak sadar kalau ternyata uangnya malah belum saya ambil. Keluar dari Gerai ATM saya mendapati seorang kakek tua yang berjualan daun salam dan serai. Merasa kasihan saya membeli banyak daun salam dan serai yang sebenarnya tak terlalu saya butuhkan. Usai membayar si Kakek, Ibu yang masuk ke Gerai ATM setelah saya tergopoh-gopoh keluar dengan muka yang pucat pasi,  "Neng, ini uangnya ketinggalan", ia berkata sambil menyerahkan segulung uang lima puluh ribuan dan mengusap-ngusap dadanya mungkin karena kaget sendiri menemui orang seaneh saya.

Lutut saya lemas seketika. Bersyukur sekaligus shock, karena banyak sekali kemungkinan uang itu bukan rezeki saya karena lagi-lagi, keteledoran saya. Bagaimana jika yang masuk ke ATM setelah saya tak jujur dan tak menyerahkan uangnya kepada saya, atau jika berniat menyerahkan pun saya sudah tak ada di situ karena langsung pergi dan tak berhenti dulu untuk membeli daun salam dan serai. Bagaimana jika setelah saya pengunjung ATM berikutnya baru datang entah berapa lama kemudian dan ia tak mungkin tahu siapa pemilik uang yang ketinggalan tersebut. 

Entahlah, memikirkannya saja sudah membuat saya lemas, nilai uangnya memang tak seberapa, tapi keteledoran saya yang rasanya sudah terlampau parah membuat saya sedikit terpukul. Dan dari semua probabilitas kejadian mungkin tak mungkin, sedikit kasih yang saya punya untuk si Kakek mungkin menjadi tali tipis yang menyelamatkan saya.

Kali yang lain, saya diamanahi suami untuk membawa uang dari rumah ke pasar, nilainya cukup besar kali itu, dua puluh juta rupiah yang dibungkus dengan amplop coklat. Tanpa pretensi apa-apa, uang dua puluh juta rupiah itu saya masukkan ke ransel, dan saya berangkat ke pasar dengan naik motor. Dua puluh menit saya mengendarai motor seorang Bapak di belakang saya berteriak, "Neng, tasnya kebuka!". Segera saya menepi dan lagi-lagi saya hampir terduduk lemas, retsleting ransel saya sempurna terbuka, dan si amplop-coklat-dua-puluh-juta-rupiah-itu melambai-lambai, andai disambar seseorang pun saya tak akan sadar.  

Perjalanan saya teruskan dengan mendaras istigfar dan hamdalah dalam hati. Sambil berpikir dan merenung, lagi-lagi berhitung probabilitas kejadian mungkin tak mungkin. Entah yang mana, mungkin sepiring makanan yang saya bagikan kepada tetangga, atau uang lebih yang saya berikan untuk seorang pedagang sepuh yang menyelamatkan saya kali itu.

Tapi semua kejadian itu semakin mengukuhkan keyakinan saya atas keutamaan berbagi.

Kejadian terakhir pagi tadi, membuat saya ingin berbagi cerita, sedikit hikmah dari seorang sembrono yang pelupa-tak-ketulungan. Tak seberapa sebenarnya, hanya sekilo singkong dan sedikit cabai rawit  dari kebun belakang yang saya berikan pada Ibu penjual gorengan di depan rumah. Tapi siapa sangka jika benda tak seberapa itu yang menolong saya pagi tadi. Dompet kali ini, yang penuh dengan segala macam kartu-kartu penting, SIM dan STNK, Askes, KTP, ATM dan segala macam kartu lainnya. Uang yang hilang masih bisa dicari, tapi urusan semua kartu yang hilang itu akan memerlukan waktu berbulan-bulan hingga selesai.

Saat ke klinik pagi tadi, lagi-lagi saya tak sadar jika dompet saya ketinggalan di ruang tunggu. Dalam perjalanan ke tempat parkir, saya baru sadar dompet saya hilang. Saya kembali ke ruang dokter, ternyata dompet saya tak ada disana. Panik saya kembali ke resepsionis, hati saya mencelos seketika melihat ruang tunggu yang penuh dipadati pengunjung. Dengan orang sebanyak itu, kecil sekali kemungkinan dompet saya masih ada. Setengah putus asa saya menemui resepsionis judes  yang sedang bertugas, dan ajaib dompet saya ada disitu, ternyata ada seseorang yang berbaik hati menyerahkan dompet saya untuk dititip di resepsionis.

Janji Allah tak akan ada orang yang miskin karena berbagi. Dan Allah Maha Menepati Janji.

Alhamdulillah…

Komentar

Postingan Populer