Sinopsis Film THE HOBBIT: THE BATTLE OF THE FIVE ARMIES




"Apakah seluruh harta ini lebih berharga dari kehormatanmu, Thorin Oakenshield?"


'Film yang bagus selain menghibur, juga akan mendidik dan memperkaya jiwa dengan caranya sendiri'. Kutipan anonim ini entah kenapa adalah kalimat pertama yang muncul di benak saya setelah menonton film ini. Membuat saya memberikan applause (lagi) untuk Peter Jackson sang sutradara, karena seperti film-film lain besutan sebelumnya, The Hobbit:The Battle of the Five Armies ini pun sangat bagus dan terjaga konsistensi kualitasnya sejak trilogy film The Hobbit ini dikeluarkan.
Tak seperti dua film pendahulunya yang dimulai dengan flashback alur cerita, film ketiga dari trilogy The Hobbit ini langsung menampilkan adegan Laketown yang tengah dihancurkan oleh Smaug. Jeritan penduduk yang panik dan mencoba menyelamatkan diri tak dipedulikan oleh Master of Laketown yang malah memilih menyelamatkan diri sendiri beserta seluruh emas dan harta benda. Justru Bard yang dipenjarakan olehnya yang berjuang untuk mengeluarkan diri dari penjara dan mencoba untuk membunuh Smaug. Setelah mengetahui anak panah Bard tak mampu bahkan untuk menembus kulit sang naga, Bain membawakannya the Black Arrow dan menjadikan tubuhnya sebagai penahan busur Bard yang kemudian mampu membunuh Smaug.
Sementara itu, Gandalf yang dipenjara di Dol Gundur diselamatkan oleh Galadriel dan Radagast. Kemunculan Necromancer membuat mereka tersadar kekuatan gelap Sauron ada di balik ini semua. Kabar kematian Smaug akan segera menyebar ke seluruh Middle Earth dan ini akan menarik bahkan kekuatan jahat untuk menguasai Erebor. Bukan hanya karena harta yang tersimpan di perutnya, tetapi juga karena posisi Erebor yang strategis dan mampu menjadi jalan untuk bangkitnya Kerajaan Kuno Angmar. Gandalf kemudian diutus untuk memperingatkan para kurcaci akan bahaya yang tengah  mengintai Erebor.
Kematian Smaug juga ternyata tak menjadi penyelesaian masalah untuk penduduk Laketown, karena penduduk Laketown kini menghadapi masalah yang sebenarnya: seluruh kota mereka terbakar hingga tak ada makanan dan tempat tinggal untuk mereka berlindung menghadapi musim dingin yang akan segera datang. Tak ada pilihan lain untuk Bard selain memandu orang-orangnya menuju Erebor dan berlindung disana. 
Kili dan tiga kurcaci yang bergabung dengan teman-temannya di Erebor segera setelah kematian sang naga mendapati fakta pahit bahwa Thorin pemimpin mereka, telah terkena penyakit naga. Penyakit yang sebelumnya juga menyerang kakeknya, Thror. Penyakit naga ini merupakan penyakit gila dan obsesi terhadap semua emas dan harta yang telah membuat Thorin mengingkari janjinya sendiri untuk memberikan bagian kepada penduduk Laketown dan juga bangsa peri yang telah membantunya dalam perjalanan merebut Erebor. Tak hanya mengingkari janji, penyakit naga ini pun telah membuat Thorin meragukan kesetiaan teman-teman kurcacinya dengan menuduh salah satu dari mereka mengambil The Arkenstone: batu paling berharga dari semua harta yang terkubur di perut Lonely Mountain (yang padahal telah ditemukan dan disimpan oleh Bilbo Baggins dengan asumsi batu itu adalah 7% bagiannya sesuai perjanjian).
Thranduil, pemimpin bangsa peri akhirnya memutuskan untuk memulai perang setelah mendapati upaya Bard untuk berunding dengan Thorin mengenai pembagian harta yang telah dijanjikannya gagal. Thorin dengan keras kepala menolak menepati janji, jangankan memberikan pusaka kaum peri ia tak mau membagi bahkan sekeping koin emas pun kepada mereka.
Untuk menghindari terjadinya perang, diam-diam Bilbo mendatangi Bard dan Thranduil. Menyarankan agar Arkenstone yang dimilikinya dijadikan jaminan pengganti untuk memaksa Thorin menepati janji. Dan betapa murkanya Thorin saat  benteng Erebor dikepung, Bard menunjukkan batu itu, dan menyarankan penggantian yang adil untuk Arkenstone, yaitu harta yang telah dijanjikan Thorin. Bilbo hampir saja dilemparnya dari atas benteng jika saja tak ada Gandalf yang datang menyelamatkan. Dan yang paling mengecewakan, Thorin tetap menolak menepati janji bahkan dengan Arkenstone sebagai gantinya, bahkan dengan kedatangan bantuan yaitu pasukan sepupu kurcacinya, Thorin memutuskan perang.
Perang yang hampir terjadi untuk memperebutkan harta ini membuat mereka lengah terhadap bahaya yang sebenarnya: pasukan besar Orc yang telah datang untuk merebut Erebor. Peperangan besar pun terjadi. Kaum peri yang hampir mundur akhirnya beraliansi dengan bangsa manusia dan kurcaci untuk melawan Orc. Sayangnya kaum Orc yang dipimpin oleh Azog  lebih unggul, akibatnya banyak korban berjatuhan dari kaum peri, manusia dan kurcaci. 

Sementara itu Thorin malah menahan teman-temannya untuk tidak keluar dari benteng dan membantu pertempuran. Lihat, bagaimana harta telah begitu membutakan jiwanya. Ia telah mengingkari janji, meragukan kesetiaan kerabatnya sendiri dan kini ia hanya duduk-duduk saja saat bangsanya menghadapi pertempuran dan dibantai. 

Tapi Thorin beruntung, ia punya teman-teman sejati, Bilbo dan para kurcaci yang memarahinya, yang menunjukkan bahwa ia salah, yang mengingatkan bagaimana ia telah berubah jauh. Ia bukan lagi Thorin raja terakhir kaum kurcaci, tapi tak lebih dari Thorin yang mengenakan mahkota dan duduk di singgasana tapi rendah dan tak punya kehormatan diri. 
Dengan semua hujatan ini, Thorin yang memang pada dasarnya baik akhirnya harus bergumul dengan batinnya sendiri. Kecintaannya pada emas dan harta bertarung dengan akal sehat dan kehormatan dirinya. Dan akhirnya kesadaran bahwa ia tak ingin menjadi seperti kakeknya mengembalikan kewarasannya. Ia kembali kepada kawan-kawannya, dan memberikan perintah untuk ikut berperang melawan Orc. Perintah yang diterima dengan segenap hati oleh kawan-kawannya.
Gerbang dihancurkan, dan ketiga belas kurcaci ini (ditambah Bilbo) keluar menuju pertempuran. Jumlah yang tak signifikan sebenarnya, tapi kemunculan Thorin dan kawan-kawannya telah menyuntikkan semangat yang membalikkan arah pertempuran. Sementara seluruh pasukan manusia, peri dan kurcaci mencoba menahan para Orc, Thorin membawa Kili, Fili, dan Dwalin untuk membunuh Azog pemimpin kaum Orc yang memberikan perintah dari Ravenhill.
Bilbo menyusul ke Ravenhill, untuk memperingatkan Thorin bahwa itu adalah jebakan, karena Azog telah memanggil Wargs dari Gundabad untuk membantu Orc. Kabar itu diperolehnya dari Legolas dan Tauriel yang menyusup sampai Gundabad. Tauriel yang mencintai Kili akhirnya menyusul ke Ravenhill, dan Legolas yang di sisi lain mati-matian mencintai Tauriel mau tak mau mengikuti Tauriel ke Ravenhill.
Dan di Ravenhill, Kili terbunuh meskipun Tauriel membantunya habis-habisan. Tauriel sendiri tak akan selamat jika tak ditolong Legolas. Di saat yang sama, Thorin tengah dalam pertarungan yang dahsyat dengan Azog. Mereka memiliki riwayat dendam yang kelam. Untuk Thorin,  Azog telah membunuh ayahnya, sementara untuk Azog, Thorin adalah orang yang telah membuatnya kehilangan sebelah lengan kirinya.
Setelah pertarungan yang sengit, Azog berhasil dibunuh meski tak lama kemudian Thorin pun menemui ajal. Di saat-saat terakhir hidupnya, dengan Bilbo di sampingnya, Thorin mengucapkan permohonan maaf . Untuk baru menyadari bahwa semua tindakan Bilbo -termasuk tindakannya tentang Arkenstone- adalah tindakan yang hanya akan diambil oleh teman sejati. 
Dan akhirnya Thorin wafat, sebagai seorang raja sejati yang telah menunaikan janjinya untuk melindungi rakyatnya, sebagai seorang pahlawan, yang akan menjadi legenda dengan tindakan heroiknya membunuh Azog.
Pertarungan pun usai. Bilbo dan kedua belas kurcaci bersimpuh di sebelah jasad Thorin, memberikan penghormatan terakhir. 
Di bagian Ravenhill yang lain, Tauriel menangis dengan jasad Kili di pangkuannya. Dan entah kenapa adegan ini menjadi bagian yang sangat berkesan untuk saya.

"Jika ini memang cinta, aku tak menginginkannya. Ambilah…", kata Tauriel kepada Thranduil.
Dalam keheningan, dengan air mata yang tak berhenti mengalir di pipinya, ia berkata lagi: "Kenapa rasanya begitu menyakitkan?".
"Karena ini nyata", jawab Thranduil.
Dan Legolas yang menyaksikan ini semua, dalam diam yang terasa pahit akhirnya menyadari bahwa setelah kematian Kili pun ia tak mungkin merebut hati Tauriel. Yah, wanita… mereka selalu seperti ini. Mencari yang tak mungkin dimiliki, sementara yang jelas-jelas lebih baik dan di depan mata seolah tak nampak bagi mereka. Menerima kekalahannya dan menghargai cinta Tauriel, Legolas memutuskan untuk tak kembali ke negeri peri. Thranduil menyarankannya untuk pergi ke Dunedain dan mencari Strider. Ini adalah salah satu bagian cerita yang akan menjadi penghubung dengan kisah The Lord of The Rings.
Film berakhir dengan Bilbo yang kembali ke Bag Ends. Ada satu bagian yang berkesan untuk saya. Saat Gandalf menyampaikan salam perpisahannya pada Bilbo yang diantarnya sampai ke perbatasan, ia menyinggung sedikit tentang cincin yang dipegang Bilbo. Bilbo yang tak mau mengaku masih menyimpan cincin itu berbohong dengan mengatakan cincin itu jatuh dan hilang dalam pertempuran. Dan Gandalf hanya berkata: "Bilbo, seluruh perjalanan ini mungkin telah mengubahmu. Kamu bukan lagi orang yang sama dengan kamu yang sebelum memulai perjalanan ini. Tapi kamu tetaplah hanya seorang manusia kecil dalam dunia yang begitu luas". 
Dengan kecenderungan hobbit yang lugu, jujur dan tak serakah terhadap dunia, cincin itu memang kemudian terbukti tak berpengaruh jelek terhadap Bilbo selain menimbulkan keinginan untuk terus memilikinya. Hingga 60 tahun setelah petualangan ini berakhir, Bilbo yang berulang tahun ke-111 ditemui Gandalf dalam kondisi sehat dan awet muda.
Menurut saya ini film yang sangat bagus dan mampu mengadaptasi novelnya dengan begitu baik. Improvisasi yang ditambahkan Jackson dengan memunculkan tokoh Legolas dan Tauriel serta menambahkan kisah cinta di dalamnya semakin mempermanis film ini, menjadi jeda untuk ketegangan setelah perang dan intrik serta menjadi penghubung pada kisah selanjutnya tentang cincin yang dipegang Bilbo. Juga tokoh Alfrid, pecundang licik yang diperankan dengan begitu baik oleh Ryan Gage  menjadi kesatuan yang menunjang cerita.
Pergulatan batin Thorin pun ditampilkan dengan begitu apik. Bagaimana harta hampir membutakan jiwanya dan bagaimana kemudian ia sadar dan menemukan kembali hakikat dirinya dengan bantuan teman-temannya.
Ya, teman sejati, bukan hanya mereka yang akan selalu meng-iyakan apa katamu, sebaliknya teman sejati adalah ia yang meskipun akan terus berada disisimu, tapi ia yang akan menentangmu paling keras ketika kamu salah. Tanpa Bilbo dan kurcaci-kurcaci sahabatnya, mungkin Thorin tak akan sembuh dari penyakit gilanya. Meski di akhir cerita ia wafat, bukankah ia wafat dengan terhormat, dan bukankah itu adalah sesuatu yang tak bisa dinilai dengan harta meskipun itu berupa gunungan emas. Seperti apa yang dikatakannya sendiri di akhir hidupnya pada Bilbo: "If more of us, valued home above gold, it would be a merrier world".


*Note:

Judul The Hobbit: The Battle of The Five Armies ini diambil dari lima pasukan yang bertempur di Erebor yaitu bangsa manusia, kurcaci, peri, melawan orc dan wargs.

Oiya, mungkin akan sedikit sulit mengikuti jalan cerita film ini jika tidak menonton film pertama dan keduanya, jadi akan lebih asyik jika baca bukunya saja =D


Komentar

Postingan Populer